7 Kebiasaan Korupsi Waktu Dalam Perusahaan


Pengertian Korupsi Waktu


Korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Sedangkan waktu adalah seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau keadaan berada atau berlangsung. 


Nah pengertian "Korupsi" bisa diterjemahkan dalam berbagai aspek-aspek kehidupan sehari-hari baik di kantor, sekolah di rumah bahkan dimana saja. Korupsi bukan hanya uang. Kita belum menyadari dalam aktivitas tertentu kalau kita sering melakukan korupsi waktu.  


Berikut adalah 7 contoh perbuatan korupsi waktu yang sering di lakukan oleh karyawan di kantor, antara lain:


1. Datang Terlambat ke Kantor dengan Berbagai Alasan


Hampir semua karyawan pernah melakukannya. Alasan yang diberikan kepada satpam atau bagian personalia pun beragam dan seabrek, mulai dari alasan yang masuk akal sampai alasan yang dibuat-buat. Alasan-alasan itu antara lain adalah terjebak macet, anak sakit, ban motor bocor, tidak mendapatkan angkutan umum, dan sebagainya. Bahkan ada juga alasan yang dibuat-buat seperti rumahnya jauh atau sedang puasa. 


Lantas apakah semua alasan itu dapat dibenarkan? Tidak. Tidak semua dapat dibenarkan. Saya yakin bahwa semua perusahaan pasti sudah memberikan pelatihan atau setidak-tidaknya memberikan pengarahan kepada karyawan pada saat mereka baru pertama kali masuk kerja. Saya pun yakin bahwa salah satu materi dari pelatihan dan pengarahan tersebut adalah materi tentang jam kerja karyawan. Nah, jika perusahaan sudah memberikan pengetahuan secara layak seperti ini, berarti yang buruk adalah manajemen waktu si karyawan. 


Untuk menjadi produktif, karyawan harus menguasai manajemen waktu. Iya harus bisa mengukur berapa jauh dan berapa lama waktu yang dibutuhkan dari rumah menuju kantor. Jika perjalanan memerlukan waktu sekitar 45 menit, maka ia harus berangkat satu jam lebih awal. Selisih waktu 15 menit dapat dipergunakan untuk berjaga-jaga jika terjadi sesuatu di jalan, misalnya ban motor bocor atau tidak dapat naik angkutan umum tepat waktu.


Inilah yang menyebabkan banyak perusahaan mewajibkan karyawannya untuk hadir di tempat kerja antara 15 hingga 30 menit lebih awal sebelum jam masuk kantor. Fungsinya tentu saja untuk mengantisipasi si karyawan terlambat datang dengan berbagai alasannya.


Lalu, kerugian apa yang harus ditanggung oleh perusahaan kalau karyawannya datang Terlambat? Seperti yang kita tahu, setiap orang yang bekerja membutuhkan dukungan fisik dan mental yang prima. Terlambat datang menyebabkan si karyawan panik. Kepanikan ini menyebabkan kecemasan. Orang yang tergesa-gesa dan cemas cenderung tidak fokus dan kurang berhati-hati.


Akibatnya pada saat sampai di tempat kerja, karyawan tidak langsung dapat bekerja. Iya membutuhkan waktu beberapa lama untuk mengatur nafas dan pikirannya agar selaras dengan pekerjaan yang akan dilakukannya. Jika karyawan terlambat 10 menit dan ia memerlukan waktu sekitar 20 menit untuk memulihkan konsentrasinya, maka waktu yang terbuang percuma 30 menit alias setengah jam! Bayangkan jika hal ini dilakukan oleh 100 karyawan, maka pemborosan yang terjadi senilai 50 jam kerja! 50 jam kerja itu setara 2 hari 2 malam ditambah 2 jam. Kita dapat mengubah sejarah dengan waktu 50 jam itu.


Cara paling efektif untuk menangani masalah ini adalah dengan memotong uang kehadiran karyawan yang bersangkutan. Cara ini dipandang efektif karena tidak ada karyawan yang mau gajinya dipotong hanya demi keterlambatan kerja selama 5 sampai 10 menit. Efek jera nya lebih terasa daripada hanya sekedar memberikan teguran atau surat peringatan. Namun jika perbuatan ini dilakukan berulang, tidak ada kata lain selain menerapkan sanksi indisipliner, yakni diberhentikan karena dinilai tidak disiplin. Aturan tentang pemotongan uang kehadiran atau sanksi indisipliner dapat anda rumuskan sendiri sesuai dengan karakteristik bisnis anda. Prinsipnya, dengan menerapkan sanksi yang tegas, perusahaan tidak dirugikan akibat keterlambatan itu.


2. Izin Keluar Kantor Menjemput Anak Sekolah


Setiap manusia ditakdirkan untuk melakukan kegiatan reproduksi. Demikian pula karyawan perusahaan. Kehadiran anak-anak ini memang menggembirakan, namun dapat menjadi masalah tersendiri jika si karyawan lemah dalam mengatur manajemen risiko.


Risiko memiliki anak adalah merawat dan membesarkan si anak tersebut sampai dewasa, termasuk di dalamnya membimbing dan mengawal pada saat si anak belum memiliki kemampuan cukup untuk mengurus dirinya sendiri. Nah, bagi karyawan yang tidak memiliki pembantu untuk membantu mengurus rumah tangga, mengurus anak bisa menjadi suatu kesembuhan tersendiri.


Pada saat anak sudah memasuki usia sekolah, mau tidak mau si anak ini harus bersekolah. Sebenarnya ada banyak sekolah bertebaran di sekitar rumah kita, namun seringkali kita berusaha untuk mendapatkan sekolah yang terbaik untuk anak-anak kita. Walaupun mungkin jaraknya cukup jauh dari rumah. Kalau sudah begitu keadaannya, otomatis muncul kewajiban baru yakni antar jemput anak sekolah.


Urusan mengantar anak sekolah tidak menjadi masalah karena dapat dilakukan sebelum jam masuk kantor. Namun permasalahan akan muncul pada saat penjemputan anak sekolah. Banyak karyawan yang tidak memiliki riwayat terlambat datang masuk kantor justru memiliki catatan buruk mangkir pada jam kerja hanya untuk menjemput anak sekolah. Pada beberapa perusahaan yang kontrol nya tidak terlalu ketat, karyawan bisa seenaknya minta izin kepada atasan, teman sesama karyawan, atau bahkan satpam yang berjaga di pintu gerbang. Hal itu dapat dengan mudah dilakukan karena sudah menjadi kebiasaan dan sama-sama tahu (atasan, sesama karyawan, atau satpam juga punya anak). Oleh karena itulah perbuatan tersebut mulus-mulus saja dilakukan.


Pembaca yang Budiman seperti yang kita tahu anak sekolah kelas 1 dan 2 sekolah dasar biasanya pulang pukul 10.00 atau 12.00 siang. Sedangkan untuk kelas yang lebih tinggi pulang sekitar pukul 13.30 siang. Jam-jam tersebut adalah jam kerja produktif bagi seorang karyawan. Terkait hal tersebut, kita pun tahu kalau menjemput anak sekolah dan mengantarkannya pulang ke rumah bukanlah pekerjaan yang membutuhkan waktu 5 menit saja. Pekerjaan ini membutuhkan waktu setidaknya 1 jam kerja (misalnya perjalanan dari kantor ke sekolah butuh waktu 15 menit, menunggu anak keluar dari pintu sekolah butuh waktu 10 menit, perjalanan dari sekolah ke rumah butuh 10 menit, membukakan pintu dan menyiapkan makanan untuk anak di rumah butuh waktu 10 menit, perjalanan dari rumah kembali ke kantor butuh waktu 15 menit).


Jika dalam satu kantor terdapat 10 orang saja yang membuat waktu kerja produktif untuk menjemput anaknya, maka perusahaan kehilangan waktu senilai 10 jam kerja. Jika dalam sebulan terdapat 25 hari kerja, maka waktu produktif yang terbuang percuma setara dengan 250 jam kerja. Kalau anda adalah seorang pemilik perusahaan, silakan Anda bayangkan sendiri pemborosan nya, karena karyawan seperti ini tidak akan pernah memperhitungkan waktu produktif yang hilang percuma. 


Pembaca itu baru perhitungan pemborosan waktu saja. Belum lagi pekerjaan yang tertunda penyelesaian gara-gara ditinggal menjemput anak sekolah. Penundaan pekerjaan ini jelas akan membuat perusahaan anda makin tidak kompetitif bukan? Mengingat dinamika bisnis yang berubah setiap waktu. Karyawan tidak akan dapat memikirkan kerugian seperti ini. Namun bagi pemilik atau pengelola, masalah sepele semacam ini dapat menghambat pertumbuhan perusahaan.


Lalu, bagaimana cara mengatasinya? Saya rasa, cara paling efektif untuk mengatasi korupsi jenis ini adalah dengan membuat sarana dan prasarana kerja yang berorientasi pada pertumbuhan perusahaan. Izin keluar bagi karyawan pada jam kerja hanya dapat dilakukan secara tertulis. Bila sang karyawan harus meninggalkan jam kerja, berikan formulir izin meninggalkan pekerjaan yang harus diisi oleh karyawan yang bersangkutan beserta alasannya. Formulir tersebut kemudian diajukan kepada atasan untuk disetujui dan setelah disetujui baru diserahkan kepada satpam sebagai tiket keluar kantor. Dalam surat izin itu juga ditentukan waktunya. Tugas satpam adalah mencatat jam keluar dan mencatat jam masuk kembali si karyawan tersebut. Formulir tersebut tiap hari langsung diserahkan kepada bagian personalia.


Penggunaan sarana diatas tidak akan efektif tanpa adanya peraturan dan sanksi yang tegas. Oleh karena itu perlu dibuat tata tertib perusahaan yang didalamnya mencakup alasan-alasan yang diperbolehkan bagi karyawan yang akan meninggalkan pekerjaan pada jam kerja (misalnya sakit, orangtua meninggal dan sebagainya). Selain alasan-alasan itu, maka karyawan tidak diperbolehkan untuk meninggalkan pekerjaan. Tata tertib ini juga harus disosialisasikan kepada seluruh karyawan tanpa kecuali dan bagi siapapun yang melanggar dikenakan sanksi yang tegas, mulai dari pemotongan tunjangan kehadiran sampai pemberian peringatan dan pemecatan.


Kunci keberhasilan cara ini terletak pada atasan karyawan yang bersangkutan dan bagian keamanan kantor (satpam). Atasan karyawan harus memahami betul visi dan misi perusahaan sehingga tidak akan mengorbankan kepentingan perusahaan demi kepentingan individu karyawan. Sedangkan satpam harus mampu bertindak tegas dan profesional sebagaimana perannya untuk mengamankan perusahaan. Bagian personalia juga harus objektif menilai setiap kasus, sehingga tidak perlu ragu-ragu memberikan sanksi jika memang diperlukan.


3. Istirahat Makan Siang Lebih Awal dan Terlambat Masuk Kembali


Setiap perusahaan pasti menyediakan waktu istirahat selama 1 jam bagi setiap karyawannya. Waktu istirahat ini biasanya bersamaan dengan zaman makan siang yakni antara pukul 12.00 sampai pukul  13.00. jam istirahat ini sudah di desain sedemikian rupa sehingga dapat memulihkan stamina karyawan. Jika kita bekerja dari pukul pukul 08.00 sampai dengan pukul 12.00, berarti kita sudah kerja nonstop selama 4 jam. Tubuh kita memerlukan waktu istirahat untuk mengendurkan urat saraf dan membuat konsentrasi untuk kembali. Itulah mengapa jam istirahat rata-rata ditetapkan antara pukul 12.00 sampai pukul 13.00. setelah beristirahat selama 1 jam, stamina kita diharapkan pulih kembali untuk melanjutkan pekerjaan 4 jam berikutnya (dari pukul 13.00 sampai 17.00).


Namun meski sudah diberikan ketetapan seperti itu, tetap saja fakta yang ada di lapangan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Karyawan yang paling tertib menjalani jadwal kerja seperti ini ternyata hanya karyawan pabrik. Sedangkan karyawan perusahaan perusahaan atau instansi lain justru seenaknya mengatur jadwal makan dan jadwal istirahat diri mereka sendiri. Jika anda ingin melihat buktinya silakan kunjungi warung-warung makan yang ada di sekitar perusahaan atau instansi sekitar pukul pukul 10.00 dan 14.00. Anda pasti akan tercengang melihat faktanya. 


Banyak karyawan atau pegawai yang keluar kantor pukul 1000 untuk makan pagi sekaligus makan siang (brunch) dan kembali keluar kantor pukul 14.00 untuk sekedar meminum kopi untuk menghilangkan kantuk. Kegiatan ini masing-masing membutuhkan waktu antara 30 menit sampai dengan 1 jam, tergantung apakah ada teman untuk mengobrol atau tidak. Jika di warung itu ada temanmu mengobrol, maka sudah dapat dipastikan Kalau waktu yang dihabiskan akan lebih lama karena asyik mengobrol yang tidak penting, bahkan seringkali membicarakan atasannya. Pemilik warung kadang menjadi teman mengobrol yang mengasyikkan karena pada jam-jam tersebut warung justru sepi. Ini strategi jitu pemilik warung untuk menggaet pelanggan, namun merugikan perusahaan kita tentunya. 


Karyawan seperti ini (dan pemilik warung) tentu tidak paham dengan kerugian yang ditimbulkan bagi perusahaan atau instansi yang bersangkutan. Jam 10 pagi adalah jam paling produktif. Kita baru bekerja 2 jam. Ibarat mobil, mesin dalam kondisi paling prima. Otak kita dalam kondisi terbaiknya untuk bekerja (belum terlalu panas). Kehilangan waktu 1 jam pada pukul 10 pagi sama saja kehilangan momentum emas untuk menciptakan prestasi tinggi. Pada saat masuk ke kantor kembali pukul 11.00 dan ketika memulai bekerja kembali, cuaca sudah mulai panas. Konsentrasi yang hilang akibat makan di warung tersebut pun akan sulit ditumbuhkan kembali. 


Demikian pula pukul 14.00. Sebenarnya jam 14.00 siang ini adalah waktu terbaik untuk menyelesaikan pekerjaan siang hari, karena kita baru saja beristirahat 2 jam sebelumnya. Namun karena cuaca panas dan pekerjaan yang monoton membuat kita bosan. Tanda-tanda fisik kita merasa jenuh dengan pekerjaan adalah munculnya rasa kantuk yang tidak tertahankan antara pukul 14.00 sampai pukul 15.00. minum kopi boleh-boleh saja jika dilakukan dalam lingkungan kantor, namun jika dilakukan di warung, maka kita akan kehabisan waktu produktif untuk bekerja siang itu.


Bagi karyawan yang biasanya istirahat tepat waktu jam 12.00, banyak pula yang menerapkan jam karet pada saat kembali masuk kerja. Apalagi jika pergi istirahat secara. Biasanya, mereka yang istirahat secara berombongan akan keluar kantor tepat jam jam 12.00 namun masuk kembali ke kantor bisa sampai jam 13.30 atau jam 14.00. Alasan klisenya, tempat makannya jauh dari kantor atau mampir ke satu tempat dulu Untuk mengantarkan salah satu karyawan menyelesaikan tugasnya. Padahal jika kita cermati, seringkali waktu yang mereka butuhkan untuk makan hanya 15 menit, selebihnya digunakan untuk berbelanja atau jalan-jalan di pusat perbelanjaan. Kegiatan yang terakhir inilah yang menyebabkan pemborosan waktu. Tentu saja, itu dilakukan dengan tanpa disadari.


Perusahaan atau instansi memang tidak mengalami kerugian secara langsung. Namun jika perilaku korupsi waktu ini di jalankan terus-menerus, produktivitas perusahaanlah yang akan menjadi korbannya. Banyak pekerjaan yang tidak terselesaikan tepat waktu hanya gara-gara ketidakdisiplinan karyawannya. 


Cara paling efektif mengatasi masalah ini adalah menyediakan kantin di dalam lingkungan kantor atau menyediakan sarana katering untuk makan siang karyawan. Otomatis si karyawan akan beristirahat di dalam lingkungan kantor. Para pengelola perusahaan pun mudah mengendalikan karyawan-karyawannya. Tentu saja cara ini juga harus diberikan teladan oleh pimpinan perusahaan. Pimpinan perusahaan juga harus makan katering dan tidak makan di luar kantor jika tidak perlu (misalnya kalau ada jamuan makan dengan mitra kerja). Keteladanan seperti ini akan disegani oleh karyawan.


4. Memperlama Penyelesaian Pekerjaan untuk Mendapatkan Uang Lembur


Kasus ini seringkali terjadi pada perusahaan atau instansi yang tidak memiliki SOP (Standard Operating procedure). Status karyawan merupakan karyawan tetap dan menggunakan sistem penggajian fixed salary (gaji tetap). Karyawan bekerja seenaknya, sesuai mood-nya, tidak ada standar Waktu penyelesaian pekerjaan, dan seringkali bekerja tergantung dengan kehadiran atasannya. Jika atasan ada di kantor, karyawan rajin sekali bekerja, sedangkan jika atasan tidak di kantor, karyawan bekerja seenaknya.


Karyawan merasa hanya merasa rutinitas saja. Toh bekerja atau tidak tetap digaji. Cepat atau lambat menyelesaikan pekerjaan, gajinya tetap sama. Sepanjang pekerjaannya selesai (entah cepat atau lambat) atasan tidak mungkin memberinya sanksi karena memang tidak ada ukurannya. Inilah fenomena yang umumnya terjadi di instansi dan perusahaan-perusahaan yang dikelola secara konvensional.


Perusahaan atau instansi yang karyawannya seperti ini tentu tidak dapat mencapai kemajuan, apalagi perkembangan. Kesempatan emas untuk maju dan berkembang justru akan diambil oleh para pelaku usaha yang lebih cerdas. Tentu saja hal ini akan membawa kerugian bagi perusahaan atau instansi tersebut.


Cara paling efektif untuk mengantisipasi hal ini adalah membuat dan menetapkan SOP, menetapkan status karyawan kontrak (karyawan di kontrak sesuai produktivitasnya bukan karyawan tetap) dan menetapkan sistem gaji proporsional (dengan sistem bagi hasil, semakin produktif semakin banyak hasil yang diperoleh). SOP perusahaan digunakan untuk mengatur standar kerja yang harus dilakukan karyawan, menentukan Kapan pekerjaan tersebut dilakukan, menentukan standar Waktu penyelesaian pekerjaan, dan menentukan standar hasil pekerjaan. Status karyawan kontrak akan memaksa karyawan untuk selalu bekerja dengan produktif supaya kontraknya selalu diperpanjang oleh perusahaan. Sistem gaji proporsional juga membuat karyawan selalu produktif untuk memperoleh gaji yang tinggi. Dengan menerapkan 3 hal ini, karyawan pemalas akan terlempar dengan sendirinya karena tidak mampu mengikuti sistem yang berlaku pada perusahaan.


5. Mengobrol, Menonton TV, Bermain Game dan Internet pada Jam Kerja


Di lingkungan kantor, kita sering menjumpai beberapa fasilitas kantor yang sengaja disediakan untuk memperlancar pekerjaan. Selain itu, fasilitas tersebut juga disediakan untuk memberikan kenyamanan kepada para tamu yang datang dan untuk memberikan kenyamanan kerja kepada karyawan. Fasilitas-fasilitas tersebut diantaranya berupa ruang kerja yang dilengkapi sofa atau meja kursi tamu, pesawat televisi, dan komputer berjaringan internet. Namun begitu, tidak semua karyawan dapat memanfaatkan fasilitas kerja ini untuk mendukung pencapaian kinerja yang bagus. Sebagian malah menyalahgunakan untuk kepentingan pribadi, entah itu disadari atau tidak. 


Kita sering mendapati karyawan yang bersantai ria pada jam kerja (bukan jam istirahat) di sofa sambil merokok, minum kopi, membaca koran, dan mengobrol dengan sesama rekan kerjanya. Kita juga sering melihat karyawan terbengong-bengong Menonton siaran televisi. Masih mending kalau yang ditonton itu program berita atau yang masih ada kaitanya dengan perusahaan. Seringkali yang ditonton adalah gosip-gosip yang disuguhkan oleh program infotainment. Komputer jaringan internet yang disediakan perusahaan untuk memperlancar pekerjaan karyawan pun sering disalahgunakan untuk bermain permainan atau membuka situs-situs yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan (misalnya situs porno atau situs jaringan sosial).


Penyebabnya tentu bukan pada kesalahan perusahaan yang menyediakan fasilitas kerja tersebut, namun karena mental karyawan itu sendiri. Biasanya karyawan yang melakukan perbuatan seperti ini tingkat loyalitasnya terhadap perusahaan sangat rendah serta tidak mengerti dan tidak memahami deskripsi pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Mereka juga cenderung menghindari dari tanggung jawab yang menjadi kewajibannya. 


Kalau sudah begitu, perusahaan pun akan dirugikan. Pekerjaan yang seharusnya selesai dalam waktu singkat menjadi moral penyelesaiannya hanya gara-gara karyawan tidak fokus menyelesaikan pekerjaan tersebut. Konsentrasi yang terpecah gara-gara menonton televisi juga akan membuat kualitas hasil kerja menurun. Sebab kita tidak terfokus pada penyelesaian pekerjaan saja, fokus kita terbagi dua, untuk menyelesaikan pekerjaan dan memerhatikan televisi. Untuk contoh mudahnya, saya dapat menulis satu lembar halaman buku dalam waktu 10 menit dengan kualitas tulisan terbaik (tanpa koreksi), namun ketika saya menulis sambil melihat atau mendengar berita di televisi, tulisan saya baru selesai dalam waktu 20 sampai 30 menit (seringkali bukan dengan kualitas terbaik karena diperlukan revisi ketika dibaca ulang). Penurunan kualitas hasil kerja seperti ini tentu dapat berimbas pada penurunan produktivitas perusahaan.


Cara paling efektif untuk memberantas korupsi waktu adalah dengan menetapkan struktur organisasi dan deskripsi pekerjaan yang sangat rinci dan jelas. Setelah itu, dilakukan sosialisasi secara menyeluruh sehingga karyawan dapat memahaminya dengan baik. Upayakan membuat struktur organisasi yang ramping, sehingga satu karyawan harus dapat menyelesaikan beberapa pekerjaan sekaligus. Dengan beban pekerjaan yang berlipat, karyawan tidak akan memiliki kesempatan untuk bersantai ria.


Fasilitas perusahaan juga dibatasi. Sofa atau meja kursi tamu hanya diperuntukan untuk menemui tamu. Siapapun yang memanfaatkan untuk selain keperluan kerja dapat terkena sanksi, mulai dari yang paling ringan berupa teguran sampai yang paling berat berupa peringatan resmi. Pesawat televisi ditempatkan pada tempat-tempat yang tidak mengganggu konsentrasi karyawan, misalnya ditempatkan di kantin, karyawan dapat menyaksikan siaran televisi sambil istirahat makan siang. Komputer sebaiknya dipasangkan program khusus untuk memblokir game dan berbagai situs yang tidak diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan. Pemberian dan penempatan fasilitas ini semua ketentuannya diatur dalam SOP (Standard Operating procedure) dan pemberlakuannya menggunakan model peran (teladan) atasan.


6. Tidur pada Jam Kerja


Tidur pada jam kerja itu bisa dikarenakan dua sebab yakni kelelahan yang amat sangat dan kemalasan. Jadwal sebab itu sangat bertolak belakang. Orang yang lelah biasanya tipe pekerja keras. Namun jika sampai tertidur pada jam kerja penyebabnya bisa beberapa macam, antara lain kelelahan fisik karena malam sebelumnya tidak sempat istirahat, kelelahan psikis karena tekanan pekerjaan, dan kelelahan psikis karena masalah pribadi.


Sedangkan orang yang malas jelas bukan tipe pekerja keras. Orang yang malas cenderung bekerja sesuka hatinya dan memanjakan egonya. Iya tidak akan menikmati pekerjaannya. Hal inilah yang menyebabkan ia mengantuk dan dapat tertidur pada jam kerja, meskipun beban pekerjaannya sangat ringan.


Tidur pada jam kerja tidak mengenal tempat. Bisa dilakukan di atas kendaraan yang diparkir, dilakukan di mushola atau bahkan dilakukan di ruang kerja. Apabila ada karyawan yang suka tidur pada saat jam kerja, perusahaan akan menderita kerugian yang amat besar. Orang tertidur jarang yang hanya membutuhkan waktu 1 atau 2 menit. Orang dek tidur bisa membutuhkan waktu antara 10 sampai dengan 30 menit, tergantung tingkat kepuasannya dan tergantung apakah aksinya itu dipergoki oleh sesama karyawan/atasan atau tidak. Jika setiap hari ada 5 orang karyawan kita yang tertidur di tempat kerja, maka kerugian yang kita derita mencapai 150 menit alias 2,5 jam kerja! Dalam sebulan kita kehilangan waktu produktif 75 jam kerja yang setara dengan 9 hari kerja! Pernahkah Anda menyadari hal ini?


Cara paling efektif untuk mengatasi hal ini adalah dengan memperhatikan beban kerja karyawan dan tingkat kesejahteraan karyawan. Karyawan yang hidupnya sejahtera, maka kebutuhan dasar Hidupnya akan tercukupi. Tubuhnya pun cenderung segar bugar dan ia akan sangat menikmati pekerjaannya. Namun sebaliknya, karyawan yang merasa tidak sejahtera maka kebutuhan dasar hidupnya belum tercukupi dan akan mencari penghasilan lain diluar gaji. Karena melakukan pekerjaan di luar pekerjaan utama, karyawan akan terkuras habis tenaganya. Tenaga yang sudah terkuras inilah yang menyebabkan ia kelelahan dan dapat tidur di tempat kerja utamanya.


Beban kerja karyawan juga harus diperhatikan. Karyawan dengan beban kerja terlalu banyak, maka mentalnya akan tertekan. Kelelahan akibat tekanan psikis ini sulit dihindari dan dapat menyebabkan si karyawan tertidur di tempat kerja. Sedangkan bagi karyawan yang memang pemalas, tidak ada kata lain selain PHK (pemutusan hubungan kerja). Banyak perusahaan yang memberikan sanksi indisipliner berupa PHK kepada karyawan yang tertangkap basah tidur pada jam kerja. 


Sanksi tegas seperti ini penting untuk menegakkan disiplin di perusahaan. Siapapun yang memiliki disiplin tinggi, maka ia akan memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang memiliki tingkat kedisiplinan rendah. 


7. SMS dan Telepon untuk Kepentingan Pribadi


Saya berlangganan jasa travel untuk antar jemput antar kota karena saya sering berpergian ke luar kota yang tidak tersedia sarana transportasi pesawat maupun kereta api. Seringkali saya melakukan reservasi dengan cara menelepon. Perusahaan jasa travel ini, pada saat buku ini ditulis merupakan perusahaan jasa travel terbaik di Indonesia. Pernah di suatu kota saya telepon kantornya yang terletak di sebuah hotel bintang tiga. Telepon tidak pernah diangkat meski seluruh line-nya saya telepon. Saking jengkelnya, saya pun mendatangi Kantor perusahaan travel itu.


Setibanya di Kantor perusahaan travel tersebut, saya pun akhirnya tahu apa yang menyebabkan telepon saya tidak diangkat. Ternyata customer service yang bertugas untuk menjawab panggilan telepon sedang ber-SMS ria dengan temannya. Peristiwa itu ternyata terulang beberapa minggu kemudian ketika saya kembali bermaksud untuk melakukan reservasi. Si customer service dengan santainya bercanda dengan temannya ditelepon dalam waktu yang cukup lama dan mengabaikan telepon yang berdering-dering. Saya pun mendapatkan informasi dari para sopir travel bahwa si customer service memang memiliki kebiasaan buruk seperti itu. Bahkan mereka membuktikan langsung dengan cara menelepon kantor di depan saya. Telepon masuk sampai 3 kali pun tidak diangkat. Si sopir akhirnya memberikan nomor ponsel penyelia (supervisor-nya) kepada saya. Saya pun dengan senang hati mengirim SMS terkait hal tersebut. Beberapa minggu kemudian, saya lihat bahwa si customer service sudah tidak berada di kantor itu lagi. Menurut sopir yang mengantar saya, si customer service itu sudah diberi sanksi oleh penyelia perusahaan dan dipindahkan ke bagian lain yang tidak berhubungan langsung dengan pelanggan, karena mengecewakan pelanggan dan merugikan perusahaan.


Inilah korupsi waktu yang banyak sekali dilakukan oleh karyawan. Modus operandinya sederhana, yakni telepon atau SMS pada jam kerja, namun bukan untuk kepentingan pekerjaan, melainkan untuk kepentingan pribadi. Payahnya lagi jika telepon yang digunakan adalah fasilitas kantor. Saya pernah kebobolan rekening telepon kantor mencapai jutaan rupiah karena dipakai karyawan untuk telepon pribadi. Berdasarkan pengecekan nomor yang dihubungi, akhirnya bisa ditemukan pelakunya dan diberikan sanksi yang setimpal.


Penyebab utama dari masalah ini adalah tingkat kedisiplinan karyawan yang sangat kurang. Si karyawan tidak mampu menghayati pekerjaan yang dilakukannya, sehingga dengan mudahnya meninggalkan kewajiban bekerja untuk sekedar sms-an atau telepon-teleponan dengan relasi pribadinya. Kerugian yang diderita perusahaan adalah kerugian waktu dan biaya. Bayangkan saja jika kita memiliki 5 orang karyawan yang suka menelepon untuk keperluan pribadinya selama 10 menit, dan dilakukan sehari minimal 3 kali. Maka perusahaan berpotensi rugi waktu produktif setara dengan 150 menit atau 2,5 jam perhari. Dalam sebulan maka perusahaan sudah rugi 75 jam atau setara dengan 9 hari kerja! Jika telepon yang digunakan adalah telepon kantor dan biaya per 10 menit bicara mencapai Rp 5.000,- maka dalam sehari kita dirugikan Rp 75.000. Jika sebulan terdapat 25 hari kerja maka kerugian kita setara dengan Rp 1.875.000.


Cara paling efektif untuk mencegah hal ini adalah membatasi penggunaan telepon dan pembelian pulsa. Upaya pengontrolan dapat dilakukan dengan mengecek nomor nomor yang dihubungi melalui hasil print out rekam panggilan telepon yang diterbitkan perusahaan telekomunikasi yang bersangkutan. Selain itu, perusahaan dapat menetapkan aturan baku mengenai penggunaan telepon, termasuk telepon pribadi. Misalnya saja telepon pribadi hanya dapat digunakan pada saat jam istirahat. Telepon seluler pribadi disimpan di loker yang telah disediakan. Saat ini ada banyak perusahaan yang menerapkan kedisiplinan yang kaku seperti ini. Akan tetapi, walaupun kau ternyata kebijakan ini dapat meningkatkan produktivitas karyawan.


Pembaca yang Budiman, itulah berbagai contoh modus operandi korupsi waktu yang lazim dilakukan oleh para karyawan. Anda tentu memiliki banyak contoh lain yang terjadi pada tempat usaha anda sendiri. Untuk meminimalkan kerugian perusahaan dan instansi, kita harus dapat mengenali modus operandinya, mengenali penyebabnya dan mendapatkan solusi terbaiknya. 


Tidak hanya dalam pekerjaan kantor tetapi dalam kesibukan apapun, dalam organisasi manapun dan dimana pun kita berada kita harus menyadari akan korupsi waktu itu sendiri dalam setiap aspek kehidupan. (*)






1 Comments

Post a Comment

Previous Post Next Post