Korupsi Dokumen

Gambar ilustrasi Dok. SK

Pengertian Korupsi Dokumen


Korupsi atau rasuah atau mencuri (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok, mencuri, maling) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.[1]


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dokumen adalah surat yang tertulis atau tercetak yang dapat dipakai sebagai bukti keterangan.


Inilah modus operandi korupsi yang paling banyak dilakukan sekaligus juga paling mudah dibuktikan. Korupsi jenis ini dilakukan dengan memasukkan dokumen atau menggunakan dokumen sebagai sarana untuk menutupi perbuatan busuk si koruptor. Korupsi model begini ini mudah sekali dilakukan. Itu karena disebabkan oleh dua hal yang pertama rasa memiliki (sesnse of belonging) karyawan yang kurang (sebab personal) dan Controlling (pengawasan) (sebab manajerial).


Sebagaimana kita ketahui, di setiap perusahaan atau instansi, segala hal yang berkaitan dengan pekerjaan harus dibuktikan dengan dokumen. Dokumen ini dapat berupa dokumen tertulis yang dicetak di atas kertas ataupun dokumen elektronik baik berupa rekaman CD (Compact Disc) maupun e-mail. 


Dokumen berfungsi sebagai pembuktian. Misalnya, dokumen perencanaan dibuat untuk membuktikan bahwa perencanaan bisnis telah dibuat secara matang sebagai alas hak dikucurkannya dana investasi, dokumen berupa laporan keuangan dibuat untuk membuktikan bahwa keuangan perusahaan atau instansi telah dikelola dengan baik sehingga dapat terlihat untung rugi perusahaan, dokumen medis (misalnya surat keterangan sakit dari dokter) dibuat untuk membuktikan bahwa si karyawan yang bersangkutan memang benar-benar sakit sesuai dengan surat keterangan dokter yang memiliki sumpah jabatan dan berhak mendapatkan santunan.


Kurangnya Sense of belonging (rasa memiliki)


Kurangnya rasa memiliki menyebabkan karyawan menganggap perusahaan atau instansi tempat bekerja adalah tempat mencari uang sebanyak-banyaknya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Perusahaan atau instansi dianggap sebagai sarana atau alat demi mencapai tujuannya. Paham seperti ini tentu saja salah kaprah. Sebab perusahaan atau instansi itu bukan alat, namun sumber penghidupan kita. Supaya terus menghasilkan, sumber penghidupan itu harus dilindungi, dirawat dan dijaga dengan baik.


Karyawan yang melindungi, merawat, dan menjaga dengan baik perusahaan atau instansi tempat bekerja akan senantiasa berlaku jujur dan menerapkan cara kerja yang produktif. Sedangkan karyawan yang menganggap perusahaan atau instansi itu sebagai alat untuk mencapai tujuan hidupnya cenderung memanfaatkan perusahaan untuk kepentingan pribadinya. Mereka tidak peduli apakah perusahaan itu nanti dirugikan dan bisa sampai gulung tikar, karena yang mereka pedulikan semata hanya kepentingan pribadinya saja.


Inilah yang mendorong mereka, baik sadar maupun tidak, untuk melakukan korupsi dengan mengakali dokumen perusahaan. Dengan cara ini, mereka akan mendapatkan keuntungan finansial untuk kepentingan pribadi dan berharap perbuatannya aman karena dilindungi oleh sempurnanya dokumen kita hutan tersebut. Pertanyaannya, mungkinkah demikian? Nah, pembaca yang budiman, tentu kita masih ingat kata pepatah yang kita pelajari di masa SD dahulu, "sepintar-pintarnya tupai melompat, akhirnya jatuh juga". Kira-kira begitulah analoginya, sepandai apapun kita mengakali perusahaan (apalagi menggunakan dokumen), suatu saat akan ketahuan juga sebab dokumen itu juga dapat berbicara tentang apa yang kita lakukan. 


Oleh karena itu kita seyogianya kembali kepada nurani kita. Jika kita hidup dari perusahaan, maka kita akan menjaga perusahaan itu supaya tetap menghasilkan dan menghidupi kita. Kita tidak akan mengakali perusahaan dengan alasan apapun, namun justru bekerja melebihi target yang ditetapkan perusahaan supaya sumber penghidupan kita terus mengalir. Bukankah jika kita bekerja melebihi target kita juga akan mendapatkan bonus?


Kurangnya controlling (Pengawasan)


Fungsi manajemen yang sering disepelekan adalah controlling (pengawasan). Bahkan karyawan yang menduduki posisi sebagai pengawas internal seringkali dimusuhi oleh banyak karyawan lainnya karena dianggap membatasi ruang gerak mereka. Mereka menjadi tidak bebas melakukan perbuatan yang menguntungkan diri sendiri, karena pengawas internal selalu menilai kinerja karyawan berdasarkan SOP maupun peraturan perusahaan yang berlaku. Padahal setiap perbuatan yang menguntungkan diri sendiri itu pasti menyimpan dari SOP maupun peraturan perusahaan. Pengawas internal dinilai kaku,  menggunakan kacamata kuda (lurus lurus saja dalam bekerja), dan tidak bisa dilobi (ajak kongkalikong). Padahal memang seperti inilah job description seorang pengawas internal. 


Pada sebuah organisasi bisnis, controlling dilakukan dengan cara mengawasi Kinerja Karyawan supaya sesuai dengan perencanaan usaha. Pengawas pun dilakukan dengan cara melakukan evaluasi antara hasil kerja karyawan dengan perencanaan usaha. Pengawasan pun dilakukan dengan cara melakukan evaluasi antara hasil kerja karyawan dengan perencanaan usaha. Jika karyawan tidak bekerja sesuai dengan perencanaan bisnis perusahaan, maka staf pengawas berwenang untuk mengarahkan kembali cara kerja yang menyimpang tersebut. Sebaliknya jika pekerjaan dilaksanakan dengan baik, tetap harus dilakukan evaluasi antara hasil kerja dan perencanaan semula untuk menentukan kebijakan kedepannya. Hasil kerja yang tidak sesuai perencanaan membuahkan punishment (hukuman) bagi pelaksanaan kerjanya. 


Pada modus operandi korupsi dokumen kurangnya rasa memiliki dan kurangnya pengawasan menyebabkan karyawan yang memiliki itikad tidak baik mudah melakukan penyimpangan. Pada saat bekerja, karyawan tidak diawasi dan tidak diberikan pengarahan yang cukup sehingga karyawan cenderung bekerja semaunya dan dapat melakukan penyimpangan. Pada saat karyawan selesai bekerja juga tidak dilakukan evaluasi atas hasil kerjanya, sehingga karyawan dapat leluasa melakukan penyimpangan. 


Staf pengawas seringkali tidak memiliki indenpendensi karena posisi strukturalnya berada dibawah direksi dan manager, sehingga jika penyimpangan dilakukan oleh direksi atau manajer ia tidak dapat menegur atau merasa tidak enak menegur karena mereka atasannya. Sebagaimana kita pahami bersama, tidak mungkin seorang staf menegur seorang direksi atau seorang manajer, kecuali staf tersebut dalam struktur organisasi perusahaan memiliki kedudukan setingkat dengan manajer. Posisi sebagai staff inilah yang menyebabkan orang yang bekerja sebagai pengawas terkadang harus "mengalah" daripada posisinya terancam. Nah, kelemahan ini malah justru merugikan perusahaan. Kasus-kasus penyimpangan mulai terbongkar justru setelah perusahaan menghadapi situasi sulit karena penyakitnya sudah sangat kronis. Oleh karena itulah, korupsi dokumen ini harus diberantas tuntas supaya perusahaan dapat tumbuh dan berkembang secara wajar.


Banyak sekali modus operandi korupsi dokumen yang dilakukan oleh para karyawan. Berikut ini disajikan beberapa contoh korupsi dokumen mulai dari contoh yang paling ringan sampai dengan contoh yang paling berat.


1. Surat Keterangan Sakit dari Dokter


Modus operandi ini sering dipraktikkan oleh karyawan tipe pemalas. Karyawan tipe pemalas adalah karyawan yang selalu menganggap pekerjaan sebagai beban, sehingga ia kelelahan sendiri karenanya. Secara fisik tidak bermasalah, tetapi karyawan jenis ini mudah sekali lelah secara psikis.


Pekerjaan yang bertumpuk-tumpuk dianggapnya sebagai beban berat. Bukannya menyelesaikan pekerjaan yang bertumpuk-tumpuk itu, tetapi malah mencari-cari alasan supaya bisa istirahat di rumah melebihi waktu libur yang seharusnya. Prosedur tidak masuk kerja pun diakali dengan membuat surat keterangan dokter yang menyatakan ia harus beristirahat di rumah selama beberapa hari. Mungkin maksud dokter itu baik, supaya pasiennya memulihkan kesehatannya. Namun sang dokter tidak tahu isi hati dan pikiran pasiennya yang akan menyalahgunakan surat keterangan sakit untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri. 


Izin sakit memang diberikan oleh perusahaan manapun di dunia ini dengan gaji penuh. Inilah yang melatarbelakangi karyawan tipe pemalas untuk mengambil keuntungan ganda. Di satu sisi ia bisa beristirahat di rumah atau menyelesaikan kepentingan pribadinya diluar kantor, akan tetapi di sisi lain Ia tetap mendapatkan gaji penuh dari perusahaan.


Padahal jika dikaji lebih mendalam, kerugian yang timbul akan menimpa kedua belah pihak. Masih karyawan yang meninggalkan pekerjaan sama saja dengan menunda penyelesaian pekerjaan nya. Sudah pemalas, pekerjaannya makan menumpuk pula. Kalau sudah begitu, dapat dipastikan bahwa pekerjaan tidak akan selesai. Pekerjaan yang tidak selesai itu jelas menghambat pertumbuhan perusahaan. Perusahaan kena imbas rugi dua kali. Pertama, pekerjaan karyawan tidak selesai sehingga menghambat kemajuan perusahaan. Kedua, perusahaan juga kerugian secara finansial secara langsung dengan tetap membayar gaji karyawan yang seharusnya dipotong.


Jadi, berhati-hatilah dengan prosedur yang kita tetapkan sendiri. Prosedur yang sudah dibuat sedemikian rupa itu tetap dapat dimanfaatkan karyawan untuk menguntungkan dirinya sendiri. Jika anda mendapatkan kiriman surat keterangan dokter untuk keperluan izin tidak masuk kerja, sebaiknya Anda cermati lebih mendalam. Jika meragukan, jangan sungkan-sungkan untuk mengecek kebenarannya. 


Cara paling efektif untuk mengantisipasi hal ini adalah dengan memiliki dokter perusahaan atau klinik perusahaan. Paling tidak, bekerjasamalah dengan rumah sakit atau klinik kesehatan. Karyawan yang sakit hanya bisa mendapatkan izin sakit atau cuti sakit jika berobat ke dokter, klinik, rumah sakit rujukan perusahaan. Dengan cara ini kita dapat mengontrol kemungkinan penyalahgunaan dokumen tersebut. 


Selain itu, untuk tipe karyawan pemanas seperti ini harus sering mendapatkan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan atau kemampuan pekerjaannya. Jika sudah ditingkatkan Namun ternyata tidak berkembang juga, kita dapat mengambil kebijakan untuk memberhentikan karyawan seperti ini dan menggantinya dengan karyawan baru yang lebih produktif.


2. Surat Rekomendasi Kerja


Inilah cara yang sering dipraktikkan oleh calon karyawan yang memiliki tipe suka potong Kompas atau mengambil jalan pintas demi mendapatkan pekerjaan yang didambakannya. Tipe karyawan seperti ini suka menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya tanpa mau meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerjanya. Biasanya tipe karyawan seperti ini memiliki kemampuan yang terbatas alias (tidak kompetitif) dan keterampilan kerjanya pas-pasan. Satu-satunya keunggulan yang dimiliki adalah cita-citanya yang setinggi langit namun tidak dibarengi dengan kerja keras untuk mencapainya.


Meskipun demikian, biasanya karyawan model ini memiliki kreativitas yang lumayan. Untuk mencapai keinginan pribadinya tersebut ia kemudian mencari surat sakti (istilah kerennya katebelece) dari orang-orang yang berpengaruh yang dikenalnya. Surat sakti itu kemudian digunakan untuk melamar pekerjaan atau meningkatkan karirnya. Tentu saja para pengambil keputusan yang mudah terpengaruh akan bertekuk lutut tanpa syarat di depan karyawan pemilik surat sakti ini. 


Praktik seperti ini dapat ditemui di segala bidang usaha, mulai dari instansi sampai dengan perusahaan. Cara paling mudah untuk mengetahui apakah ada praktik 'surat sakti' ini, biasanya dapat dilihat kalau profesi orang tua dan anaknya sama. Bahkan perusahaan atau instansi nya juga sama. Orang tuanya mantan pegawai PT. A, maka anak-anaknya atau saudara-saudaranya juga menjadi pegawai PT. A.


Praktik surat sakti seperti ini dikategorikan sebagai korupsi dokumen, karena apa yang tercantum dalam surat sakti itu mungkin tidak sesuai dengan realitas. Karyawan yang bisa bekerja berdasarkan surat sakti itu mungkin kemampuannya di bawah standar. Bayangkan saja jika perusahaan mendapatkan karyawan muda usia namun kemampuan mereka di bawah standar, bahkan keterampilan kerjanya tidak bisa diandalkan. Nah, kalau begitu keadaannya, bagaimana mungkin perusahaan dapat tumbuh dan berkembang?


Cara paling efektif untuk mengantisipasi hal ini adalah menyelenggarakan seleksi penerimaan karyawan atau seleksi promosi karyawan dengan mengombinasikan antara tes seleksi dengan rekomendasi. Jika terdapat rekomendasi, jangan langsung dipercaya meski rekomendasi tersebut datang dari orang paling kuat sedunia sekalipun. Ujilah kemampuan dan keterampilan karyawan yang bersangkutan sesuai standar perusahaan. Jika ia memiliki kemampuan dan keterampilan luar biasa, terimalah. Namun jangan ragu-ragu untuk mengabaikan surat sakti jika kemampuan dan keterampilannya jauh dibawah standar perusahaan. Tapi, bagaimana jika kita ragu untuk melakukan hal tersebut? Sederhana saja, kita cukup membakukan hal ini dalam SOP sehingga kita tidak ragu-ragu untuk melaksanakan dan mengambil keputusan. Jangan sekali-kali membiarkan hal ini menjadi area kebijakan Anda, karena suatu saat Anda akan terpojok karenanya. Yang dimaksud area kebijakan adalah prosedur yang tidak dibakukan, sehingga pelaksanaannya tergantung pada kebijakan Anda. 


3. Surat Pernyataan untuk Aplikasi Perbankan atau Pembiayaan


Sebagian besar karyawan dengan bertipe konsumtif lebih suka membelanjakan gaji mereka daripada menanamkan uang untuk membeli aset yang dapat mendatangkan pendapatan pasif (passive income). Konyolnya, orang-orang yang cenderung konsumtif ini mudah tergiur dengan sarana yang memudahkan mereka untuk berbelanja. Contohnya kartu kredit.


Banyak orang bangga memiliki kartu kredit karena menganggap Kartu kredit adalah barang mewah yang hanya dimiliki orang-orang kaya. Dengan menentukan kartu kredit, para karyawan yang bergaji pas-pasan ini berharap dapat meningkatkan gengsinya dan memuaskan hasratnya untuk berbelanja barang-barang yang tidak terjangkau dengan gaji rutinnya. Dalam dompetnya seringkali bertengger kartu kredit yang jumlahnya lebih dari 2 buah, bahkan ada yang bangga karena punya kartu kredit lebih dari 10 buah.


Memang, memiliki Kartu kredit sudah terbukti dapat menaikkan gengsi, bahkan untuk sebagian orang, kartu kredit dapat menaikkan gengsi sampai ke langit. Akan tetapi, tidak jarang ketika jatuh tempo pembayaran kartu kredit tersebut sudah tiba, gengsi yang selangit tadi langsung jatuh. Belanja yang terlampau besar jumlahnya seringkali tidak tertutup oleh gaji pas-pasan itu. Akibatnya bukannya tambah bangga, tapi tambah puyeng memikirkan bunga yang bertumpuk-tumpuk. Jika sudah begitu, pekerjaan di kantor pasti kena imbasnya. Iya akan berusaha mati-matian mencari dana untuk melunasi tagihan Kartu kreditnya sehingga fokus di pekerjaannya menjadi kacau. Perusahaan pun dirugikan.


Sebelum hal itu terjadi seringkali mereka mengakali perusahaan dengan membuat surat pernyataan asli tapi palsu. Aplikasi permohonan kartu kredit biasanya dilampirkan dengan surat pernyataan pendapatan (gaji). Gaji yang di bawah standar kemudian dibuat di atas standar menyesuaikan dengan syarat-syarat untuk mendapatkan kartu kredit itu. Nah, pembaca yang Budiman bisa anda bayangkan sendiri akibat yang timbul dari pemalsuan data ini. 


Penerbit kartu kredit pasti memiliki alasan mengapa mencantumkan syarat minimal gaji bulanan yang diterima oleh karyawan ketika ia mengajukan aplikasi kartu kredit. Alasannya adalah supaya si nasabah memiliki kemampuan untuk membayar. Ini yang tidak dimengerti oleh para karyawan konsumtif itu. Sehingga mereka dengan inisiatif sendiri justru membuat surat pernyataan yang memalsukan gajinya. Akibatnya mudah ditebak mereka mendapatkan kartu kredit dengan limit belanja tertentu kemudian menggunakan semau gue dan munculnya kredit macet gara-gara tidak mampu atau bahkan gagal bayar. 


Pemalsuan surat pernyataan ini biasanya bekerjasama dengan bagian keuangan atau kasir yang mengeluarkan gaji karyawan. Prinsipnya? Lagi-lagi sama-sama tahu. Surat pernyataan yang dipalsukan ini juga lazim digunakan untuk pengambilan kredit kendaraan bermotor maupun rumah.


Pemalsuan Surat Pernyataan ini termasuk dalam kategori korupsi dokumen karena memanfaatkan fasilitas kantor untuk memberikan keterangan yang tidak benar kepada perusahaan atau instansi lain untuk mendapatkan keuntungan pribadi.


Cara paling efektif untuk mengantisipasi hal ini adalah dengan menambahkan budaya hemat kepada para karyawan dan membuat larangan menerbitkan surat pernyataan apapun untuk keperluan kredit karyawan. Jika karyawan mampu berhemat, gaji seberapapun besarnya pasti cukup untuk membiayai kehidupan pribadinya. Namun jika karyawan cenderung boros, gaji sebesar apapun pasti tidak akan cukup untuk membiayai kebutuhan hidupnya. Apalagi jika karyawan juga terjebak pada gaya Hidup glamor yang dapat kita saksikan tiap hari di sinetron-sinetron. Perusahaan harus memiliki budaya hemat dan sederhana. Budaya perusahaan (corporate culture) inilah yang harus dianut oleh karyawan. Jika budaya ini sudah mengurat akar, maka siapapun karyawan yang tidak mampu menganut budaya ini akan tersingkir dengan sendirinya.


Larangan menerbitkan surat apapun untuk keperluan kredit karyawan dapat dilakukan dengan alasan kredit karyawan adalah urusan pribadi si karyawan sendiri. Perusahaan tidak turut campur mengurusi urusan pribadi karyawan. Larangan ini diberlakukan untuk bagian personalia dan keuangan. Melanggar larangan ini tidak berhak atas punishment dari perusahaan.


4. Dokumen Perencanaan yang Menguntungkan Perusahaan dan Pelaksana Kerja


Modus operandi korupsi seperti inilah 9 bukan oleh karyawan yang memiliki tipe berjiwa maling sejati. Mengapa demikian? Setiap ada event atau proyek yang dijalankan perusahaan, ia akan berusaha untuk turut serta. Tujuannya bukan supaya event atau proyek itu berjalan sukses, namun Ia memiliki tujuan pribadi yakni memperoleh keuntungan pribadi dari pelaksanaan event atau proyek tersebut.


Kasus yang paling sering terungkap adalah mendapatkan potongan harga namun tidak dilaporkan, sehingga potongan harga tersebut masuk ke kantongnya sendiri. Perusahaan otomatis dirugikan karena seharusnya dapat menghemat uang belanja Namun ternyata harus membayar harga yang sama. Padahal termasuk barang (supplier) atau mitra kerja sudah memberikan diskon. 


Selain itu, yang juga mudah terbongkar adalah penyelenggaraan proyek yang tidak sesuai dengan spesifikasi teknis yang terdapat dalam dokumen perencanaan. Misalnya rangka atap bangunan harus menggunakan kayu glugu kelas 1, ternyata diganti dengan kayu glugu kelas 2. Perusahaan atau konsumen yang akan membeli rumah itu tidak akan tahu kualitas glugu yang dipergunakan. Namun mereka tetap dirugikan karena perusahaan menganggarkan pembelian kayu glugu kelas 1 ternyata hanya mendapatkan kayu glugu kelas 2. Konsumen pun tambah rugi karena kayu glugu kelas 2 itu mungkin hanya mampu bertahan selama 7 tahun, berbeda dengan kayu glugu kelas 1 yang daya tahannya bisa sampai 10 tahun, padahal Ia membeli rumah membayar kualitas kelas 1. Jadi, hukum alam lah yang membuktikan. Akan tetapi, bagi karyawan yang berjiwa maling sejati, mereka tidak akan kapok untuk melakukan hal tersebut. Sampai detik buku ini ditulis, praktik curang seperti ini masih dilakukan untuk memperkaya diri sendiri. 


Cara paling efektif untuk mengantisipasi hal ini adalah dengan memberdayakan pengawas perusahaan. Lembaga pengawas ini juga harus dapat melakukan audit tanpa terpengaruh pesanan dari siapapun, termasuk pesan yang datang dari pimpinan puncak perusahaan. Oleh karena itu disarankan untuk membuat struktur organisasi dan deskripsi pekerjaan yang jelas bagi organisasi bisnis. Setiap karyawan diminta menandatangani pernyataan bahwa mereka hanya akan bekerja sesuai dengan deskripsi pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan cara ini setiap karyawan dapat bekerja secara independen karena posisinya dilindungi oleh peraturan perusahaan. 


5. Olah Data Laporan


Inilah tipe karyawan tikus kantor. Tikus kantor dengan tikus biasa itu memiliki kesamaan, yakni memiliki kemampuan untuk merusak barang-barang di kantor kita, terutama dokumennya bisa dengan mudah dicacah menggunakan giginya itu. Perbedaannya tikus biasa tidak mampu berpikir, sedangkan tikus kantor itu menggunakan otak untuk melakukan korupsi. Karyawan tipe ini sebenarnya termasuk karyawan kreatif, tetapi kreativitasnya buruk karena digunakan untuk menguntungkan dirinya sendiri.


Cara yang paling lazim dilakukan adalah dengan membuat laporan asli tapi palsu. Tujuannya untuk menyembunyikan kerugian atau memangkas keuntungan. Ini dua hal yang berbeda tetapi sama-sama menguntungkan bagi si tikus kantor ini. Jika karyawan membuat laporan untuk memangkas keuntungan perusahaan, maka ia akan menambah nota-nota fiktif di laporan itu yang diposting sebagai biaya. Uang hasil pencantuman nota-nota fiktif itu kemudian masuk ke kantongnya sendiri.


Jika si karyawan ini berusaha menyembunyikan kerugian maka ia menambah berbagai transaksi fiktif, sehingga laporan perusahaan yang seharusnya rugi menjadi untung. Modus operandi ini seringkali dilakukan oleh para karyawan karyawan pengecut yang suka menerapkan manajemen ABS (asal bapak senang). Tujuannya supaya atasan atau pemilik perusahaan senang dan tidak memecatnya karena tidak becus dalam bekerja. 


Kedua modus operandi tersebut sangat merugikan perusahaan. Nota-nota fiktif akan menghasilkan timbunan uang untuk dikorupsi. Sedangkan transaksi fiktif yang membuat "perusahaan rugi tapi untung" akan menghasilkan keuntungan struktural bagi pembuatnya. Namun begitu, hal tersebut akan merugikan secara finansial bagi perusahaan. Si karyawan yang membuat laporan tersebut akan lolos dari sanksi yang seharusnya diberikan perusahaan karena perusahaan merugi. Perusahaan yang merugi pun tidak dapat diperbaiki dengan menggunakan laporan fiktif seperti itu. 


Dengan adanya laporan fiktif tersebut, lama-kelamaan perusahaan justru akan makan rugi. Karyawan dan pimpinan perusahaan makin asyik membuat laporan fiktif karena tidak pernah terungkap. Namun sepandai-pandainya menutupi bangkai, pasti akan tercium juga. Pada saat kebusukan itu tercium kondisi perusahaan sudah tenggelam ke dalam lautan. Padahal jika karyawan tersebut berjiwa besar dan membuat laporan apa adanya, mungkin ia akan terkena sanksi, namun perusahaan masih bisa diselamatkan. Karyawan yang bersangkutan pun masih bisa selamat rezekinya. Namun jika perusahaan sudah tenggelam dan mengalami kebangkrutan yang sulit ditutup dengan setoran modal, maka kedua pihak pun akan tamat riwayatnya.


Cara paling efektif untuk mengantisipasi hal ini adalah memberdayakan lembaga pengawas internal perusahaan. Lembaga pengawas ini harus jeli melihat potensi masalah meski dokumen laporan terlihat baik-baik saja. Independensi lembaga pengawas juga akan memudahkan dalam memberikan teguran atau rekomendasi kepada karyawan yang berkinerja buruk untuk memperbaiki kinerjanya.


Dokumen yang dipergunakan di tiap perusahaan berbeda-beda. Hal ini menyebabkan modus operandi korupsi dokumen juga beraneka ragam. Apalagi di instansi atau perusahaan yang banyak menggunakan formulir. Banyak orang yang akan memanfaatkan Kesempatan dalam kesempitan memanfaatkan celah celah kelemahan formulir untuk mengambil keuntungan pribadi. Maksud hati menggunakan formulir supaya rapi, namun malah membuka peluang penyimpangan baru. Contohnya: formulir yang dibuat menyulitkan orang lain untuk mengisi formulir tersebut. Formulir tersebut otomatis akan membuka peluang usaha baru bagi para oknum dan pihak yang tidak bertanggung jawab yang ingin mendapatkan penghasilan ekstra. 


Ini baru formulir yang tercetak, belum termasuk berbagai jenis laporan yang dibuat sekehendak hati oleh si pembuat laporan. Dokumen lelang proyek yang sangat kita pun dapat digunakan sebagai ajang pesta pora para tikus koruptor. Lihatlah contoh proyek yang ternyata hasilnya mudah rusak sebelum masa pakainya habis. Hal itu bisa terjadi karena penyimpangan dokumen proyek. 


Di perusahaan Anda tentu ada banyak dokumen-dokumen yang berpotensi sebagai ajang tikus korupsi berpesta pora. Saran saya, kenalilah dokumen-dokumen itu, kemudian modus operandinya. Setelah itu cari penyebabnya dan Anda dapat menemukan solusi antisipasi atau pemberantasannya. 


Korupsi dokumen biasanya di lakukan oleh karyawan-karyawan punya keterampilan kerjanya tidak kompetitif. Hal ini banyak di temukan di perusahaan atau dalam suatu lembaga juga di kantor pemerintahan. Oleh sebab itu, sebagai seorang pemimpin atau manajer harus jelih dalam melihat kecolongan-kecolongan yang kemungkinan bisa di manfaatkan oleh karyawan yang belum terdidik mental kerjanya untuk merugikan atau berujung membuat perusahaan bangkrut. 


(Kotouki)


Referensi:

KBBI

Wikipedia

Buku "Korupsi dengan Hati" karya: Suryono Ekotama



Post a Comment

Previous Post Next Post