Gambar ilustrasi sumber Google |
Pengertian Keputusan dan Organisasional
Kata "keputusan" berasal dari kata dasar putus dan pengertian kata keputusan adalah ketetapan atau sikap terakhir kata terakhir dan lainnya bisa di terjemahkan dengan sesuai konteks dalam menggunakan kata ini. Kemudian kata "Organisasional" berasal dari kata dasar organ dan pengertian kata Organisasional adalah kesatuan yang terdiri atas bagian-bagian dalam kumpulan untuk tujuan tertentu. Apabila kedua pengertian ini di gabungkan maka "ketetapan atau kata terakhir oleh pimpinan dan struktural yang ada dalam sebuah organisasi."
Berikut ini beberapa pelajaran tentang keputusan yaitu:
a. Mewaspadai Entropi Organisasi
Salah satu tugas utama seorang pemimpin adalah membuat keputusan, baik secara sendiri, bersama-sama atau melalui orang lain. Keputusan-keputusan yang efektif akan membawa SDM organisasi mampu menggerakkan roda organisasinya, sehingga organisasi itu dapat berjalan dengan baik untuk mencapai tujuan tujuan yang telah ditetapkan dan disepakati sebelumnya. Dengan keputusan yang efektif ini pula, staf akan terdorong motivasinya untuk bekerja, karena organisasinya bernaung menawarkan kepastian.
Pemimpin yang tidak mampu membuat keputusan keputusan produktif akan melahirkan kepemimpinan yang macet, dan organisasi yang dipimpinnya akan mengalami disintegrasi, bahkan entropi. This integrasi yang dimaksudkan disini merupakan kata lain dari kondisi organisasi yang sampai pada saat-saat tidak bergerak, jangankan mengalami kemajuan, mempertahankan kondisi yang ada saja sangat sulit. Entropi yang dimaksudkan di sini adalah suatu fase diambang kebangkrutan, bahkan bangkrut sungguhan.
b. Keputusan yang Ideal
Uraian di atas mengisyaratkan secara kental bahwa Pemimpin harus mampu bekerja sama dengan atau melalui stafnya untuk membuat keputusan-keputusan yang inovatif dalam kerangka mencapai tujuan tertentu secara efektif, efisien, dan akuntabel. Keputusan organisasi yang dimaksudkan disini idealnya menampilkan sosok sebagai berikut.
1. Keputusan yang baru. Keputusan yang monoton, rutin, dan tidak prospektif akan kurang bermakna bagi organisasi. Keputusan yang dibuat seharusnya mampu membawa organisasi kepada perubahan perubahan dan inovasi baru yang memungkinkan organisasi berjalan Lebih dinamis dan produktif.
2. Keputusan jenerik. Yaitu keputusan jam jika tidak diambil akan membuat organisasi menjadi vakum dan manusia organisasional akan kehilangan identitas sebagai sumber daya produksi yang utama.
3. Keputusan berbasis informasi. Keputusan ini dibuat didasari atas informasi yang bermutu dan Dengan demikian tidak diambil dari suatu sudut tinjauan saja. Data atau informasi yang diperlukan dalam kerangka pembuatan keputusan harus baru dan inovatif.
4. Keputusan realistik. Keputusan yang realistik dalam makna disesuaikan dengan daya dukung sumberdaya organisasi untuk merealisasikannya.
5. Keputusan yang fleksibel. Keputusan yang fleksibel mengandung makna dimungkinkan dilakukan dekontinuasi, manakala ada gagasan baru perubahan situasi, atau keputusan dalam implementasinya.
6. Keputusan yang diterima dan mendapatkan dukungan penuh oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan keputusan itu. Tanpa didukung oleh SDM yang ada, sehebat apapun keputusan yang dibuat tidak akan ada maknanya di tingkat praktis.
c. Urgensi Pembuatan Keputusan
Pemimpin pada esensinya laksana sebuah "lokomotif" yang akan membawa "gerbong-gerbong" organisasi. Modernitas organisasi telah membangkitkan kesadaran akan esensi dan eksistensi kepemimpinan, bahkan dekade terakhir ini dapat disebut era revolusi kepemimpinan. Tuntutan akan pemimpin yang profesional semakin terasa, sejalan dengan tuntutan akan hadirnya manusia organisasional yang semakin sadar bahwa sistem manajemen bergerak dari sifat amatiran menuju kematangan profesional. Dunia manajemen tidak dapat terbang secara alamiah atau berjalan sambil merangkak, akan tetapi gerak manajemen harus dibarengi oleh faktor pendukung yang akurat.
Konsep manajemen modern mengatakan bahwa efektivitas manajemen sangat ditentukan oleh kemampuan manajer dalam membuat keputusan keputusan yang diperoleh melalui langkah-langkah sistematis. Karena itu, tuntutan yang paling menonjol di bidang manajemen akhir-akhir ini ditandai oleh:
1. Kebutuhan akan manajer atau pemimpin profesional mempunyai kompetensi tinggi dalam membuat kebijakan dengan memanfaatkan sumber potensi yang ada dan yang mungkin diakses secara efektif dan efisien.
2. Keahlian, teknik-teknik, dan alat-alatnya dalam faktor penting demi terlaksananya proses manajemen secara lebih baik.
3. Perhatian tinggi terhadap aspek manusiawi yaitu melihat manusia dari segi manusiawinya semakin menonjol. Dr. M. Sastrapratedja dalam sebuah hasil penelitiannya yang dimuat di harian Kompas 7 Maret 1984 mengemukakan bahwa motif dasar manusia dilihat dari hubungan-hubungan kerja, ternyata mengenal variasi. Tidak semua didasarkan pada motif kebutuhan fisik, melainkan kebutuhan dasar yang paling dituntut adalah diperlakukan sebagai manusia, penghargaan dirinya sebagai manusia. Selanjutnya, Dr. M. Sastrapratedja mengungkapkan dilihat dari hubungan kerja, terjadi variasi pada motif dasar. Pada burung motif dasarnya adalah harga diri; kepada petani, motif dasarnya hidup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari; pengrajin aktualisasi diri; dan nelayan Hidup untuk makan. Aspek manusiawi seseorang memang perlu dijangkau. Berdasarkan penelitian itu dapat disimpulkan bahwa kebutuhan manusia itu sangat variatif, sesuai dengan statusnya. Tuntutan terhadap produktivitas kerja dan persaingan tinggi dalam rangka mempertahankan eksistensi dan prospek organisasi.
4. Pembuatan keputusan dilakukan melalui prosedur yang sistematis dan ditunjang oleh data data atau informasi jitu.
Manajemen yang baik adalah manajemen yang mampu menghasilkan keputusan-keputusan bermutu, baik kuantitatif maupun kualitatif. Tidak ada manajemen yang lebih baik, kecuali mana yang mampu meraih perubahan-perubahan positif, rasional, dan objektif bagi organisasi. Keputusan manajemen yang dimaksudkan di sini harus memiliki akses yang dinamis dan inovatif. Manajemen yang bermutu dalam konteks pembuatan keputusan biasanya di perhatikan kerangka pikir seperti dibawah ini:
1. Keputusan manajemen diawali oleh pemilihan alternatif terbaik. Keputusan diperoleh melalui seperangkat perasan atas alternatif yang diidentifikasi secara cermat. Dari perasan tersebut hanya alternatif yang paling mungkin lah yang dipilih sebagai keputusan. Di sini, seorang manajer harus mampu membuat prakarsa dan inovasi baru, sehingga keberadaan peserta di dalam pembuatan keputusan betul-betul tercurah untuk itu.
2. Keputusan manajemen adalah keputusan yang membawa pembaruan, di mana jika keputusan itu tidak diambil akan menimbulkan disintegrasi individu dalam organisasi. Manajer atau pemimpin yang berhasil sangat peka di dalam menentukan kemungkinan keputusan yang akan dibuat. Kebijakan mungkin saja banyak, akan tetapi jika bersifat rutin saja, prakarsa baru untuk meningkatkan kinerja organisasi tidak akan ditemukan. Karenanya manajer, administrator, atau pemimpin harus keluar dari kancah kerja yang bersifat kerutinan. Sebaliknya, manajer harus mampu memusatkan pikirannya pada hal-hal yang bersifat inovatif dan produktif.
3. Proses kelompok berperan sangat besar di dalam dunia manajemen yang berhasil. Meski proses itu dapat dicapai secara sendiri-sendiri, namun tujuan organisasi hanya akan dapat dicapai, jika anggota kelompok memiliki kesadaran akan tujuan tujuan organisasinya. Tentu saja, proses kelompok tidak hanya dibutuhkan dalam proses pelaksanaan keputusan, melainkan juga ketika keputusan itu dirumuskan. Karena itu Manajer atau administrator memerlukan:
a. Staf pelaksana yang inovatif memiliki daya partisipatif dan produktif, yang mampu menggarap tugas-tugas yang inovatif dan produktif pula.
b. Teknik, metode, dan alat yang mempermudah kebijakan, bukan alat-alat yang ketinggalan zaman dan justru menjadi penghambat roda kerja organisasi.
c. Suasana kerja yang harmonis, dimana individu dalam kelompok berada dalam relung kerja yang kondusif untuk dapat menerima dan melaksanakan kebijakan manajemen. Tanpa kemauan dan kemampuan semua pihak, kebijakan manajemen akan menjelma sebagai setumpuk konsep yang tidak bermakna apa-apa.
d. Jenis-jenis Keputusan
Seperti telah di singgung serba sekilas diatas di dunia manajemen keputusan memegang peran yang sangat penting. Keputusan organisasi lebih dari sekedar minyak pelumas yang berfungsi memperlancar gerakan di sebuah roda. Bertolak dari karakteristiknya, keputusan dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Keputusan Otoritatif
Keputusan otoritatif adalah setiap keputusan yang dipaksakan oleh seseorang kepada orang lain. Keputusan semacam ini biasanya berupa kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemimpin yang otoriter yang pelaksanaannya dipaksakan kepada bawahan yang tidak berdaya. Manajemen yang membuat keputusan secara otoriter tidak mengenal bawahan yang cingcong. Bawahan tidak diberi kesempatan untuk membuat alasan apakah dia menerima atau menolak keputusan yang telah dibuatnya. Bawahan, oleh pimpinan atau manajer Hanya dianggap sebagai aparat pelaksana atau sapi perahan yang dapat dikendalikan sedemikian rupa.
2. Keputusan Pribadi
Keputusan pribadi adalah setiap keputusan yang diambil oleh individu atas nama pribadi. Kalau hal itu diambil oleh seorang yang sedang menjabat, maka keputusan ini harus benar-benar terpisah dari statusnya sebagai pejabat, meski statusnya sedang menduduki jabatan tertentu. Ketika seorang pejabat membuat keputusan pribadi, dia harus membuat statemen yang tegas bahwa keputusan itu benar-benar atas nama pribadi. Jika tidak ada ketegasan semacam itu, akan melahirkan dilema bagi organisasi. Bahkan dengan menyebut bahwa keputusan yang diambil itu atas nama pribadi, seringkali dikaitkan orang dengan posisinya, sehingga melahirkan problema organisational.
3. Keputusan Organisasi
Keputusan organisasi adalah setiap keputusan yang diambil oleh organisasi formal. Keputusan organisasi merupakan keputusan kolektif (Collective decision), dimana manusia organisasional harus memenuhi kebijakan itu. Keputusan organisasi mutlak diperlukan, karena keberlangsungan organisasi ditentukan sampai sejauh mana organisasi itu dapat membuat keputusan-keputusan baru.
Adakalanya ketika jenis keputusan ini dikacaukan. Pada situasi tertentu, misalnya dalam keadaan memaksa, seorang pemimpin membuat keputusan otoritatif, karena tidak ada pilihan lain. Dilihat dari posisi riilnya, dimana seorang administrator atau manajer berpindah posisi dari "dia sebagai pejabat" ke "dia sebagai manusia biasa" dan "dia sebagai manusia dalam situasi sosial" atau sebaliknya, keputusan yang diambil seringkali bercampur aduk. Di dalam keadaan demikian, manager adakalanya membuat keputusan sendiri baik atas nama pejabat, atas nama manusia biasa, atau atas nama dia sebagai manusia dalam situasi sosial. Mungkin saja seorang manajer ketika membuat sebuah keputusan memposisikan dirinya sebagai manusia biasa (human he Is), akan tetapi oleh pihak lain ditafsirkan sebagai kebijakannya selaku pejabat formal. Karenanya, keputusan pribadi yang dilakukan oleh pejabat tertentu sering tidak jelas batas-batasnya.
Keputusan organisasi menjadi tanggung jawab individu atau kelompok yang ada di dalam organisasi itu. Mungkin saja keputusan hanya diambil oleh pimpinan puncak, akan tetapi kesiapan manusia organisasional secara keseluruhan mutlak diperlukan untuk merealisasikan keputusan itu. Bertolak dari asumsi bahwa keputusan bukanlah tindakan suka dan tidak suka (Like and dislike), maka keputusan diambil harus memenuhi kriteria tertentu, baik di dalam proses pembuatan maupun pelaksanaannya. Adapun ciri-ciri keputusan yang baik adalah sebagai berikut.
1. Setiap keputusan yang diambil harus dikomunikasikan dengan jelas kepada orang-orang yang terkena keputusan itu. Di lembaga sekolah misalnya siswa, petugas bimbingan dan konseling, guru dan personel lainnya, harus mengetahui produk keputusan sekolahnya.
2. Manajer, staf, dan personilnya berpartisipasi penuh di dalam proses pembuatan keputusan.
3. Keputusan yang dibuat tidak kaku, harus rasional, dan mudah diimplementasikan.
4. Keputusan yang diambil harus diikuti dengan implementasinya.
5. Keputusan yang telah diambil dan dirasakan tidak cocok lagi, tidak dipaksakan untuk dilaksanakan, melainkan harus dibuat keputusan pengganti.
e. Peran Dialog dalam Pembuat Keputusan
Pada organisasi formal, lembaga keswadayaan, lembaga pendidikan, dan sebagainya, dialog merupakan tindakan yang sangat sering dilakukan dalam kerangka pembuatan keputusan. Dialog atau diskusi yang efektif hendaknya memenuhi kriteria seperti tersebut dibawah ini.
1. Dialog mencakup sumbangan pikiran dari kebanyakan anggota yang hadir. Keputusan yang efektif adalah keputusan yang mencakup sumbangan pikiran dari semua anggota. Berdasarkan sumbangan pikiran tersebut, akan terjalin seperangkat gagasan baru dan dari sinilah dipilih keputusan yang paling mungkin, objektif, dan rasional.
2. Banyak orang yang memegang pimpinan dalam diskusi, tergantung kepada fungsi yang dijalankannya. Demokrasi dalam proses kepemimpinan dan pendelegasian tugas-tugas yang cocok kepada personil lain adalah faktor penting di dalam manajemen. Administrator atau manajer yang berhasil adalah mereka yang mampu memberikan pemerataan tugas-tugas pokok kepada bawahannya, sesuai dengan tugas masing-masing. Efektivitas organisasi ditentukan oleh sampai sejauh mana organisasi itu dapat dipertahankan melalui kepemimpinan yang efektif.
3. Program yang dijalankan oleh staf, disarankan oleh semua anggota, baik oleh staf itu sendiri maupun manajer. Efektivitas keputusan turut ditentukan oleh kemampuan staf dalam menerima materi yang akan dibicarakan. Ketidaksetujuan atau ketidak setujuan personil terhadap materi pokok merupakan faktor penentu, sebelum keputusan diambil. Uraian ini memuat pengertian bahwa setiap personil dapat memberikan materi pokok yang akan dibicarakan, sebelum alternatif putusan diambil. Kejelasan terhadap masalah itu akan memberi warna terhadap jenis keputusan apa yang akan dibuat.
4. Dialog mempunyai tujuan yang bermutu. Keputusan dibuat tidak dalam ruang yang hampa, akan tetapi ada tujuan tertentu yang ingin dicapai melalui implementasi keputusan itu. Baik atau tidaknya sebuah keputusan, bukan ditentukan oleh banyaknya keputusan, akan tetapi oleh apakah keputusan itu mengarah pada tujuan yang dikehendaki. Tujuan yang dimaksudkan di sini harus relevan dengan kebutuhan organisasi atau organisasional.
5. Program yang didiskusikan dapat disarankan oleh pihak luar. Untuk lembaga sekolah misalnya, murid, pengurus BP3 adalah komponen integral. Program yang didiskusikan dapat saja disarankan oleh pihak-pihak ini, karena yang paling menentukan bukan dari mana ide itu, melainkan apakah ide yang ada benar-benar bermakna bagi organisasi.
f. Keputusan Pohon
Manajemen modern, termasuk di bidang pendidikan, mestinya mengembangkan dialog dialog untuk membuat keputusan. Karena keputusan bukanlah sebuah fenomena yang bersifat parsial, melainkan sebagai sebuah kebutuhan. Keputusan yang dibuat dihadapkan pada masa depan dan karenanya keputusan itu hanya berupa kemungkinan-kemungkinan dari tindakan-tindakan terbaik untuk kebijakan pada masa datang. Pada akhirnya, situasi dan kondisi yang mempengaruhi terlaksana atau tidaknya keputusan itu. Karena itu, keputusan merupakan proses kegiatan yang bermula dari kebijakan-kebijakan pokok, penentuan kemungkinan tindakan yang akan dilakukan, pelaksanaan tindakan, dan konsekuensi dari tindakan itu.
Konsep keputusan seperti ini disebut keputusan pohon (decision tree) atau keputusan bercabang. Setiap kebijakan pokok akan melahirkan beberapa kemungkinan tindakan. Kemungkinan tindakan direalisasikan melalui pelaksanaan tindakan dan kebijakan itu mungkin muncul beberapa risiko, yang untuk selanjutnya berpotensi menghasilkan kebijakan pokok baru. Konsep keputusan seperti ini cocok diterapkan dengan catatan kebijakan manajemen harus dilakukan secara konsisten dan dengan menghindari resiko sekecil mungkin. Besar atau kecilnya risiko itu sangat ditentukan oleh matang atau tidaknya keputusan yang dibuat.
g. Teknik Membuat Keputusan
Sebagian besar keputusan manajerial dibuat berdasarkan pengalaman manajer. Akan tetapi pada saat tertentu seorang manajer tidak sepenuhnya mampu membuat keputusan berdasarkan pengalaman yang dimilikinya. Pada umumnya keputusan dibuat dengan menempuh langkah-langkah yang logis dan sistematik. Pemecahan masalah (Problem solving) atau pembuatan keputusan (decision making) menurut Benge (1979) di tempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut.
1. Menempatkan masalah pokok.
2. Mengumpulkan informasi yang relevan.
3. Memilih pemecahan masalah yang paling cocok.
4. Melaksanakan keputusan yang diambil.
1. Menempatkan Masalah Pokok
Charles Kettring mengemukakan bahwa masalah yang dirumuskan secara jelas dan tegas karena persoalan yang telah separo dipecahkan. Pertanyaan-pertanyaan yang relevan harus diajukan sebelum keputusan dibuat. Hal ini dimaksudkan untuk mengenali masalah secara lebih mendalam. Persoalan yang ada harus dianalisis dan tidak dianggap sebagai sesuatu yang harus diatasi semata. Beberapa pertanyaan yang mungkin diajukan pada fase pertanyaan masalah adalah seperti tersebut di bawah ini.
a. Apakah masalah ini menyangkut urusan keuangan, material, manusia, atau situasi?
b. Apakah masalah itu sudah dijumpai sebelumnya?
c. Apakah sudah pernah dibuat kebijakan untuk memecahkan masalah semacam itu?
d. Kemudahan apa yang diperoleh untuk memecahkan masalah itu?
Pada era revolusi manajemen seperti saat ini, beberapa putusan menjadi Saya makan unik. Ada kalanya keputusan yang dibuat sama sekali belum pernah ditemui sebelumnya. Karenanya hal ini menuntut keberanian tinggi dengan tindakan-tindakan yang jitu.
2. Mengumpulkan Informasi yang Relevan
Informasi yang relevan mutlak diperlukan dalam rangka membuat keputusan keputusan yang bermutu. Setidaknya ada empat jenis informasi yang dapat dijadikan bahan pertimbangan di dalam kerangka membuat keputusan dari para manajer.
a. Lingkungan sosial, ekonomi, dunia usaha, politik, dan sebagainya
b. Persaingan, hasil yang ingin dicapai, keadaan lembaga, dan kemungkinan rencana.
c. Gawangan atau kemampuan finansial lembaga.
d. Non-keuangan, berupa organisasi personalia, metode, fasilitas, dan sebagainya.
3. Memilih Pemecahan Masalah yang Paling Cocok
Pembuat keputusan kadangkala memilih penyelesaian yang tidak sempurna, akan tetapi paling baik dalam kondisi yang ada. Baik atau tidaknya sebuah keputusan manajemen sangat ditentukan oleh sampai sejauh mana kemampuan memilih alternatif yang paling cocok dapat dilakukan. Karena itu, pengkajian atas masalah secara logis dan sistematis menjadi sebuah keharusan. Dalam dunia bisnis, pilihan atas alternatif banyak dikaji secara statistik. Chester I. Bernard mengemukakan bahwa dewasa ini penerapan ilmu matematika sering dipakai di dalam pembuatan keputusan. Dengan demikian alternatif yang dipilih bukan merupakan kemungkinan umum dari kebijakan melainkan atas dasar hasil kajian yang spesifik.
4. Melaksanakan Keputusan yang Diambil
Keputusan yang terpilih bukankah seperangkat konsep yang tidak berarti, akan tetapi menuntut tanggung jawab untuk implementasinya. Kalaupun keputusan yang terpilih itu sangat relevan, toh tindakan implementatif lah yang paling menentukan. Pelaksanaan merupakan tonggak akhir dari keputusan. Perubahan perubahan atas keputusan yang telah dibuat turut ditentukan oleh sampai sejauh mana keputusan yang dilaksanakan dapat meraih hasil.
Keputusan tidak hanya sebatas keputusan toh, oleh sebab itu sebagai calon pemimpin atau manajer perlu adanya waktu belajar yang cukup, agar suatu kelak tidak ragu dalam mengambil keputusan-keputusan dalam mengambil kebijakan, memberikan ruang bagi bawahan dan lainnya. Semoga melalui tulisan penulis berharap agar memberikan kemudahan untuk implementasi mengambil keputusan-keputusan secara produktif.
(Kotouki)
Referensi:
KBBI
Buku "Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok" Karya Prof. Dr. Sudarwan Danim
Post a Comment