Korupsi Transportasi

Gambar ilustrasi sumber Google

Sinar Bemo
- Kali ini kita akan belajar tentang kegiatan perusahaan yang sering memicu terjadinya perbuatan korupsi. Kegiatan tersebut adalah perjalanan dinas. Ya, untuk dapat melakukan perjalanan dinas, tentu saja membutuhkan sarana transportasi. Perusahaan pun tentu saja menyediakan sarana dan prasarana transportasi yang dapat menunjang operasional perusahaan. Namun sayangnya fasilitas transportasi ini sering disalahgunakan karyawan untuk melakukan penyimpangan yang menguntungkan dirinya sendiri.


Mudahnya Mengakali Biaya Transportasi

Ketika melakukan perjalanan dinas, maka sudah pasti akan sulit diramalkan situasi dan kondisi di perjalanan. Apalagi jika perjalanan dinas tersebut menggunakan alat transportasi darat. Berbagai hambatan pun akan sering menghadang, misalnya saja jalanan macet, jalanan banjir, terjadi kecelakaan, sehingga harus memutar arah, alat transportasi yang bermasalah di tengah jalan sehingga membutuhkan biaya perbaikan ekstra, terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan perbaikan pihak ketiga dan sebagainya.

Siapapun yang pernah bekerja di perusahaan dan pernah bekerja di lapangan pasti mengetahui betul hal ini. Jika perusahaan menetapkan biaya perjalanan sesuai hitung-hitungan di atas kertas, tentu menjadi tidak adil, karena banyak situasi dan kondisi jalanan yang membutuhkan biaya ekstra.

Oleh karena itu banyak perusahaan yang menetapkan biaya operasional alat transportasi berdasarkan kegunaan dan jarak tempuh. Pengguna fasilitas transportasi ke kantor diperbolehkan untuk melakukan reimburse atau biaya perjalanan yang dikeluarkan. Nah, reimburse biaya perjalanan inilah yang membuka peluang terjadinya korupsi transportasi meskipun (diakui atau tidak) sistem reimburse seperti inilah yang paling fair untuk diterapkan. 

Kelemahan reimburse itu biasanya terletak pada staff keuangan atau kasir yang membayarkan biaya reimburse tersebut. Staff keuangan atau kasir yang membayarkan reimburse biasanya tidak pernah melakukan perjalanan lapangan dalam waktu yang begitu lama, sehingga mereka kurang pengalaman mengenai perjalanan lapangan. Inilah yang dimanfaatkan untuk mendapatkan uang ekstra dari reimburse biaya perjalanan itu. Staff keuangan atau kasur biasanya mengalah karena selalu kalah debat dengan pelaku perjalanan lapangan, sehingga mereka membayar biaya reimburse itu soal notanya asli.

Kelemahan inipun tidak ditutupi oleh lembaga pengawas yang juga minim pengalaman perjalanan dinas atau lapangan sehingga tidak dapat mengukur biaya perjalanan yang wajar dikeluarkan. Lembaga pengawas biasanya oke-oke saja asalkan nota yang di-reimburse-kan itu nota asli (bukan salinan atau kopian). Nota biaya perjalanan dianggap sebagai bukti pembayaran yang sah, padahal mungkin saja tidak terdapat transaksi seperti yang tertulis pada nota tersebut.


Keterbatasan Fasilitas Pribadi

Seperti yang kita ketahui setiap karyawan itu pasti punya penghasilan yang terbatas. Berbeda dengan pengusaha yang potensi pendapatannya tidak terbatas. keterbatasan gaji dan kesejahteraan itu membuat mereka tidak mampu memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya, termasuk di dalamnya adalah berbagai fasilitas yang diinginkannya. 

Contohnya: bagi karyawan yang belum menikah, mungkin kebutuhan alat transportasi pribadi cukup hanya dengan menggunakan motor saja, gajinya pun juga cukup untuk membayar kredit motor. Namun bagaimana dengan karyawan yang sudah berkeluarga dan punya anak lebih dari 2 orang? Tentu saja sepeda motor tidak akan cukup karena keterbatasan daya muatnya. Idealnya karyawan yang sudah berkeluarga memiliki mobil, meski mobil tua sekalipun.

Namun apa daya gaji tiap bulan hanya pas-pasan untuk makan dan membayar biaya kontrak rumah. Boro-boro beli mobil! Padahal kehadiran mobil seringkali dibutuhkan untuk keperluan keluarga, misalnya saat lebaran atau liburan. Jika menyewa, biaya sewanya mahal karena dihitung per jam atau perhari. Itu belum termasuk biaya BBM dan sopir. Kalau dihitung-hitung, biaya yang dikeluarkan untuk menyewa mobil bisa mencapai setengah juta atau bahkan mendekati angka satu juta tiap sewa mobil. Tentu akan menghabiskan gaji yang tidak seberapa itu. Akhirnya jalan pintas pun ditempuh. Dengan berbagai lobby akhirnya bisa meminjam mobil operasional milik perusahaan.

Namanya saja meminjam, pasti dipinjam dan dipakai. Karyawan yang bersangkutan sanggup untuk mengganti biaya BBM. Jika lah menggunakan jasa sopir kantor pun, ia hanya akan memberi tips kepada sopir. Manajemen perusahaan yang tidak begitu bagus akan membiarkan hal ini terjadi, padahal penyakit seperti ini akan menular. Mobil operasional beralih fungsi menjadi giliran untuk dipinjam karyawan. Kalau sudah begitu, otomatis kerugian pun akan ditanggung perusahaan, karena untuk operasional mobil tersebut tidak hanya membutuhkan biaya BBM, tetapi juga membutuhkan biaya perawatan berkala dan biaya penggantian suku cadang. Nah, apakah ini dipikirkan oleh karyawan yang meminjam mobil tadi? Tentu saja tidak karena tujuannya memang memanfaatkan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadinya.


Keserakahan dan Ego yang Berlebihan

Menghadapi orang yang serakah itu teramat susah. Sebab orang serakah itu cenderung pelit namun menginginkan fasilitas yang wah. Berkebalikan dengan karyawan yang memiliki keterbatasan fasilitas pribadi, ada banyak pula karyawan yang berkelimpahan fasilitas pribadi. Fasilitas pribadi yang berkelimpahan itu bisa berasal dari warisan orang tuanya atau bisa juga berasal dari korupsi transportasi yang dilakukannya.

Namun dasar serakah, meskipun memiliki alat transportasi yang terhitung lengkap, mulai dari sepeda motor sampai mobil, ia masih membutuhkan alat transportasi gratisan. Saya pernah menjumpai orang yang memiliki mobil dan motor pribadi di rumahnya. Mobil dan motor itu hanya dipakai untuk perjalanan dalam kota saja. Nah, anehnya tiap lebaran tiba, ketika harus melakukan perjalanan jauh mudik ke rumah orang tuanya, ia meminjam mobil kantor. Alasannya sayang mobil pribadinya kalau digunakan untuk bepergian jauh. 

Gila, pikir saya! Ini jelas cara berpikir yang kelewatan. Padahal ketika mudik kita harus menempuh jarak perjalanan sepanjang ratusan hingga ribuan kilometer pergi pulang. Bayangkan saja kerugian yang diderita perusahaan. Beberapa biaya perawatan berkala dan penggantian suku cadang yang harus dikorbankan demi si karyawan serakah ini? Padahal secara ekonomi, karyawan ini mampu untuk membiayai perjalanan mudik menggunakan fasilitas pribadinya. Nah, berikut ini saya berikan berbagai cara yang lazim dilakukan karyawan untuk melakukan korupsi transportasi di antara lain: 

1. Manipulasi Nota BBM dan Jalan Tol

Penggunaan BBM atau jalur jalan tidak dapat dibatasi dengan perhitungan menurut teori diatas kertas. Hemat atau boros nya BBM sangat tergantung dengan kondisi jalan, panjang jalan yang ditempuh serta gaya mengemudi sopir. Pemilihan jalan biasa maupun jalan tol juga tidak dapat dibatasi mengingat waktu tempuh yang harus dikejar. Inilah yang menyebabkan perusahaan menggunakan sistem reimburse biaya BBM dan biaya tol. 

Namun sadarkah Anda jika hal ini dapat dimanfaatkan oleh karyawan kita? Manipulasi nota BBM dapat dilakukan dengan mengisi BBM hanya separuh dari angka yang tercetak di nota. Bayangkan saja di nota tertulis Rp 100.000,- tapi ternyata yang diisikan ke dalam tangki mobil hanya Rp50.000 atau Rp75.000

Jika kita cermati nota BBM mobil lain juga bisa di reimburse, atas nama mobil kantor kita. Saya seringkali mendapati hal ini. Kedok tersebut terbongkar setelah ketahuan bahwa jarak yang ditempuh ternyata jauh lebih sedikit daripada jarak tempuh yang seharusnya ditempuh mobil dengan isi BBM yang di-reimburse-kan. Contoh: Mobil X rata-rata meminum solar 12 km/liter. Jika diisi 10 liter solar seharusnya mobil tersebut dapat menempuh jarak 120 km. Nota BBM yang di reimburse kan senilai 10 liter. Namun setelah dicek, ternyata mobil tersebut hanya dapat menempuh jarak 50 km, kemudian mengisi BBM lagi. Kasus tersebut terbongkar karena si karyawan tidak dapat menunjukkan kemana arah 70 KM sisanya.

Demikian pula dengan nota tol. Bisa saja nota tol yang di-reimburse itu bukan minta tolong asli, namun motor mobil lain. Sebenarnya mobil kantor itu tidak pernah menggunakan rute tol, namun menggunakan rute jalan biasanya cukup lengang pada jam-jam tertentu. Sebagai contoh: jalur Pantura ruas Losari Indramayu pada jam-jam tertentu sangat lengang sehingga dapat dilalui dengan waktu tempuh yang hampir sama dengan waktu temu jika kita menggunakan Bakrie Toll Road (BTR). Tarif BTR senilai Rp21.500,- untuk mobil biasa tentu sangat menguntungkan bagi sopir-sopir nakal yang me mobil lain sementara Ia hanya melalui jalur Pantura.

Penyebab dari masalah ini adalah tingkat kesejahteraan karyawan yang kurang, sehingga mereka rela melakukan pembohongan semata-mata untuk mendapatkan sedikit rupiah dari hasil perjalanan menggunakan fasilitas kantor.

Cara paling efektif mengantisipasi hal ini adalah dengan menanamkan rasa disiplin karyawan kita. Setiap melakukan pembelanjaan BBM, nota yang tercetak harus jelas dan sesuai nomor polisinya. Untunglah, teknologi SPBU sekarang sudah dapat mencetak nota print out yang mencantumkan nomor polisi kendaraan kita. Selain itu, berilah rute yang jelas kepada karyawan yang menggunakan fasilitas kendaraan kantor supaya perjalanannya efektif dan efisien. Di sisi lain, staff keuangan atau kasir yang menangani reimburse tersebut juga harus melek dengan kondisi lapangan, sehingga dapat menyelesaikan kemungkinan penyalahgunaan nota-nota reimburse untuk kepentingan pribadi karyawan.

2. Menggunakan Mobil Dinas untuk Kepentingan Pribadi

Tujuan perusahaan atau instansi mengadakan mobil dinas adalah untuk memperlancar kinerja karyawan. Mobil dinas adalah fasilitas produktif. Mobil dinas merupakan aset perusahaan yang dimanfaatkan untuk mendapatkan pertumbuhan perusahaan.

Saya dulu pernah kaget setengah mati pada saat mendapati seorang senior saya bilang bahwa mobil dinas adalah fasilitas sosial. Padahal Al orang ini termasuk orang senior dalam jajaran bisnis. Usianya sudah lebih dari setengah abad. Namun kerjanya memang payah. Ia memiliki mobil pribadi, namun suka memanfaatkan mobil dinas untuk kepentingan pribadinya.


Akibat dari cara pengelolaannya yang amburadul ini, 15 unit mobil dinas yang dikelolanya persis seperti gerobak bermesin, tidak terawat, kotor, dan dipakai seenaknya oleh para karyawan. Apalagi jika liburan tiba, dapat dipastikan bahwa tidak ada satupun mobil dinas yang ada di garasi kantor. Parahnya, ketika liburan Usai bagian keuangan atau kasir selalu mengeluh karena harus menukar reimburse perawatan kendaraan dinas dan penggantian suku cadang yang lebih awal dari seharusnya.

Nah, sekarang mari kita berhitung sejenak. Kita ambil contoh paling mudah saja. Penggantian oli mobil itu memerlukan biaya sekitar Rp 150.000 / mobil. Jika seusai liburan ke-15 mobil tadi harus diganti olinya, maka diperlukan biaya Rp 2.250.000,-. Normalnya, Oli itu bisa bertahan hingga 5000 KM atau sekitar 1 bulan pemakaian. Namun gara-gara dipinjam para karyawan, mobil dinas itu harus diganti oleh setiap 2 minggu sekali, sehingga biaya ganti oli saja per bulan bisa mencapai Rp 4.500.000,-.

Bagaimana jika setahun? Mari kita bandingkan! dengan pemakaian normal ke-15 mobil dinas itu hanya memerlukan biaya ganti oli senilai Rp 27.000,-. Namun gara-gara pemborosan akibat pinjam karyawan biayanya membengkak menjadi rp54.000.000,-! Bayangkan kerugian yang diderita perusahaan. Ini belum termasuk penggantian suku cadang yang lain misalnya kampas rem oli transmisi kaki-kaki (tie-road, ball joint, shockbreaker dan sebagainya) serta penggantian suku cadang mesin habis pakai (misalnya busi, aki, lampu, dan sebagainya). Penting untuk dicatat, harga suku cadang tersebut di pasaran sudah pasti jauh lebih mahal daripada segalon oli mesin. 

Ada pula karyawan yang dengan teganya meminjam mobil dinas dengan tangki setengah penuh pada saat dipinjam dan dikembalikan dalam kondisi tangki kosong. Ketika ditanya, ia mengatakan sudah mengisi BBM untuk mobil tersebut sebesar rp100.000 selama dipinjam. Ia pun tidak merasa bersalah. Jelas saja ia tidak merasa bersalah karena ia tidak dirugikan. BBM yang dipakainya Rp150.000 namun Ia hanya mengisi 100.000,-, sehingga sisa sebesar Rp 50.000,- adalah kerugian perusahaan. Seharusnya ia mengisi BBM Rp 200.000,- supaya tangki mobil pada saat dikembalikan kembali semula kayak posisi setengah penuh.

Apakah karyawan yang meminjam mobil memikirkan hal ini? Mustahil! Mereka hanya akan memikirkan biaya bbm-nya saja. Jika karyawan juga diwajibkan mengganti berbagai suku cadang kendaraan, pasti mereka akan menggerutu dan tidak jadi meminjam.

Coba anda berjalan-jalan di dalam kota atau di tempat wisata tiap hari Minggu. Cermati mobil mobil yang parkir di depan toko, pasar, atau tempat wisata itu. Jika anda mendapati mobil yang tertulis identitas perusahaan di body mobil, atau mobil plat merah namun pengendaranya hanya mengenakan kaos dan sendal, maka dapat dipastikan inilah karyawan atau pegawai yang menyalah gunakan mobil dinas untuk kepentingan pribadi. 

Selain itu yang lebih menyedihkan lagi, setiap hari raya idulfitri saya selalu melihat dengan mata kepala sendiri mobil-mobil pelat merah luar kota yang kota asalnya berjarak ribuan kilometer dari tempat tinggal saya, keluyuran di tempat-tempat wisata di sekitar tempat tinggal saya. Bayangkan saja kondisi mobil ini. Jika peminjam nya hanya mengganti biaya BBM, maka pada saat dikembalikan ke instansi atau perusahaan tempatnya bekerja, maka perusahaan atau instansi tersebutlah yang harus melakukan servis dan mengganti suku cadang. Siapa apa yang dirugikan? Tentu saja instansinya atau perusahaannya. Pegawai yang meminjam diuntungkan.

Itulah sebabnya penggunaan mobil dinas untuk kepentingan pribadi dikategorikan sebagai korupsi transportasi. Kerugian perusahaan atau instansi sebanding terbalik dengan keuntungan yang didapatkan karyawan atau pegawai. 

Cara paling tepat untuk mengantisipasi hal ini adalah dengan menyelenggarakan sistem pool kendaraan dinas. Kendaraan dinas hanya boleh dipergunakan untuk melaksanakan tugas kantor pada jam kerja atau di luar jam kerja tetapi untuk kepentingan perusahaan. Di luar alasan tersebut, kendaraan dinas diparkir di garasi kantor dan dirawat oleh petugas pool yang bertugas membersihkan dan melakukan servis untuk memenuhi segala kebutuhan kendaraan tersebut. Untuk pergi dan pulang kantor karyawan atau pegawai diwajibkan menggunakan kendaraan pribadinya atau kendaraan umum, termasuk para pimpinannya. Bukankah para karyawan sudah mendapatkan tunjangan transportasi dalam elemen upanya?

Dengan cara seperti ini kita akan memperoleh dua keuntungan sekaligus. Keuntungan pertama adalah kedisiplinan karyawan mulai dari level pimpinan sampai level staf paling bawah. Sementara keuntungan kedua adalah penghematan anggaran pemeliharaan kendaraan. Penghematan ini bisa dicapai dengan mudah karena yang berhak untuk mengajukan anggaran perawatan sekaligus merawat kendaraan hanyalah petugas pool. Dengan begitu kita pun dapat meminimalkan kebocoran biaya perbaikan kendaraan yang dilakukan oleh karyawan atau pegawai secara sepihak.

3. Melakukan Perbaikan Mobil Dinas Secara Tidak Sesuai Spesifikasi

Mayoritas perusahaan atau instansi memercayakan mobil operasional untuk dipegang salah satu karyawan atau pimpinan perusahaan. Harapannya supaya mobil tersebut ada yang merawat. Akan tetapi, apakah keputusan ini merupakan keputusan manajemen yang bijak?

Ternyata kebijakan manajemen yang tujuannya baik ini memiliki celah untuk dimanfaatkan karyawan yang suka berbuat curang. Saya pernah mendapati kecurangan-kecurangan seperti ini yang saya nilai sudah keterlaluan. Modus operandi yang dilakukan antara lain:

a. Kendaraan dinas diubah spesifikasinya dengan menggunakan anggaran kantor, misalnya kondisi mobil yang standar diubah menjadi tampilan sporty untuk mengejar penampilan. Perubahan itu bisa meliputi mengganti pelek standar dengan pelek racing, menambah roof rail menambah aerokit, dan sebagainya. Di sini perusahaan jelas dirugikan, karena jika spesifikasi kendaraan berubah maka otomatis biaya pemeliharaan mobil tersebut juga akan berubah. Misalnya saja, knalpot standar diganti dengan knalpot racing atau ban standar diganti dengan ban racing yang lebih lebar dan tipis, yang jelas-jelas akan memboroskan BBM. Perusahaan akan menanggung BBM yang boros tersebut karena si karyawan pasti melakukan reimburse pemakaian BBM ke kantor.

b. Mengganti suku cadang mobil yang tidak sesuai spesifikasi. Suku cadang bekas (Second hand) atau limbahan diakui baru. Karyawan yang nakal itu pun bekerja sama dengan bengkel yang membuatkan nota sehingga bisa mengeruk keuntungan dari selisih harga suku cadang baru dan suku cadang bekas (second hand) yang jelas lebih murah. 

c. Suku cadang yang belum saatnya diganti malah diganti dengan suku cadang yang baru. Suku cadang asli yang masih berfungsi itu kemudian dijual lagi atau dipakai sendiri di kendaraan pribadinya. Keuntungan pun didapatkan dari penjualan suku cadang bekas pakai ini atau pemakaian di kendaraan pribadinya. 

d. Memasang aksesoris yang tidak ada fungsinya bagi perusahaan. Misalnya mobil standar kemudian dipanah sangi sistem audio dan televisi. Pemasangan sistem audio dan televisi ini biasanya menggunakan uang pribadi karyawan. Memang, secara sekilas tidak terlihat merugikan namun sebenarnya perusahaan dirugikan karena aldio asli mobil pasti dicopot. Parahnya lagi, ketika mobil tersebut diambil kembali oleh kantor, banyak karyawan yang tega mencopoti variasinya sehingga interior kendaraan dinas tersebut amburadul. Kalau sudah begitu, tentu saja kerugian perusahaan atau instansi akan semakin besar.

Inilah sebabnya mengapa memperbaiki mobil dinas dengan spesifikasi yang tidak sesuai justru tergolong ke dalam modus operandi korupsi transportasi. Apakah kita selama ini juga melakukan hal seperti ini? Waspadalah! Mengingat bahayanya untuk perusahaan kita cara-cara seperti ini harus dihindari. Jika kita memang dipercaya untuk memegang sebuah kendaraan dinas, usahakan tidak menambah atau mengurangi spesifikasi kendaraan tersebut, rawat dan peliharalah di bengkel resmi seperti yang dianjurkan oleh dealer resminya. 

Cara paling efektif mengantisipasi masalah ini adalah dengan menyerahkan pengelolaan kendaraan dinas kepada pool yang memang tugas untuk merawat dan memelihara kendaraan dinas supaya layak pakai. Bekerjasamalah dengan bengkel atau dealer resmi kendaraan tersebut, sehingga nota reimburse diganti perusahaan adalah nota asli dari bengkel atau dealer resmi kendaraan tersebut. Dengan cara ini Baik karyawan maupun pimpinan perusahaan tidak ada yang perlu tersinggung. 

Contoh-contoh yang saya ungkapkan tadi hanyalah sebagian kecil saja dari sekian banyak modus operandi korupsi transportasi. Bagi Anda yang bekerja atau menjalankan perusahaan transportasi, saya yakin sangat banyak contoh-contoh korupsi transfer yang dilakukan oleh awak kendaraan Anda. Semua jenis korupsi dapat diberantas sampai akar-akarnya, termasuk korupsi transportasi ini. Sekarang, Coba kenali modus operandi korupsi transportasi yang terjadi di perusahaan atau instansi Anda masing-masing.


(Kotouki)



Referensi:

Buku "Korupsi dengan Hati" karya Suryono

Post a Comment

Previous Post Next Post