8 Cara Merawat dan Memperbaiki Diri

Gambar ilustrasi merawat dan perbaiki diri (Sumber Google)

1. Pola Hidup Sehat


Hidup sehat menjadi dambaan setiap insan.

Karena tubuh kita terdiri atas jiwa dan raga, maka kebutuhan sehat meliputi keduanya. Dalam bidang ilmu gizi kita mengenal empat sehat lima sempurna untuk memenuhi kebutuhan raga kita. Setiap hari, umumnya dari kita, makan sehari tiga kali dengan porsi cukup. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, kita diwajibkan untuk bekerja, dan upah kerjanya kita belanjakan untuk memenuhi kebutuhan raga tersebut.


Bedanya manusia dengan hewan adalah tentang pemberian anugrah berupa hati dan akal. Kesempurnaan manusia tak diragukan lagi, dengan hati dan akalnya, para manusia melakukan banyak hal untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupannya. Jadi pendayagunaan hati dan akal harus diupayakan, ketika keduanya kompak ,dengan tentu hati sebagai pimpinannya, maka seseorang memiliki peluang untuk melejitkan dirinya dan memperkuat fitrahnya sebagai makhluk Tuhan yang paling sempurna.


Adab dan ilmu, dua hal yang penting diraih manusia untuk memperkuat manifestasi dari perwujudan fungsi hati dan akal. Adab adalah manifestasi dari kebersihan hati, dan akal yang berilmu senantiasa menjadikan ilmu tidak sebatas dilisannya belaka, namun atas bimbingan hatinya, mewujud dalam bentuk perilaku yang sehat, indah, dan menginspirasi.


Pola hidup sehat berarti memenuhi kebutuhan raga dan jiwanya agar semua anggota tubuh berfungsi sempurna, yaitu terpenuhinya nutrisi raga, nutrisi otak, dan nutrisi hati. Hidup yang sesungguhnya adalah mengikhtiarkan kebaikan-kebaikan dan kebajikan-kebajikan agar merasuk kepada dirinya, keluarganya, dan lingkungannya. Hidup adalah manifestasi dari keshalehan individual dan keshalehan sosial.


2. Mengobati Luka Hati


Luka kulit tubuh kita diobati dengan obat resep dokter atau obat tradisional, bagaimana mengobati luka hati? Luka hati disebabkan perilaku orang lain terhadap kita yang membuat hati kita tergores dan luka. Saat orang lain membully, mengejek, memukul, menendang, menjambak,

menjewer, menggebug, memelototi, merendahkan, menyepelekan, memarahi, menyindir, menghina, mengadudomba, menghasut, memprovokasi, mengfitnah, menipu, dan menganiaya kita, saat itu perasaan, batin, jiwa, dan hati kita terluka. Dalamnya luka tergantung dari tingkatan kesakitan yang kita terima. Dengan alasan atau tanpa alasan, tindakan melukai hati seseorang berakibat pada keinginan korban untuk melakukan balasan , baik yang setimpal maupun yang lebih dari itu.


Membalas atau membiarkan menjadi pilihan korban yang menderita sakit hati. Pelampiasan korban adakalanya bereaksi melakukan perlawanan dan membalas langsung, sehingga tidak jarang terjadi percekcokan, saling serang, dan berujung pada perkelahian, yang bisa menimbulkan luka fisik dan hati. Pada kedua belah pihak, bahkan dendam dan permusuhan untuk tempo yang lama, bila tidak segera diislahkan.


Bagi yang memilih untuk mengalah dan membiarkan si pelaku, maka tenangkanlah hati dan jernihkan fikiran, bahwa bisa jadi mengalah adalah jalan terbaik. Hindari untuk tidak terjadi hal serupa di kesempatan yang lain. Kubur semua sisa emosi bahkan dendam yang masih mengganjal. Adukan semua yang terjadi kepada Tuhan Yang Maha Perkasa, sebaik-baik pembela ,pelindung, bahkan pembalas. Dihadapan Tuhan, semua perilaku manusia tercatat dan selalu ada balasan yang setimpal, insyallah luka segera sembuh. Lakukan aktifitas sebagaimana hari-hari yang telah berlalu, dan kejar kemulyaan dan kesalehan diri sendiri.


3. Merawat Kebahagiaan


'Kebahagiaan' merupakan kata kunci yang ingin selalu kita lekatkan pada ruang batin kita. Orang-orang yang berbahagia sejatinya adalah orang-orang yang bersyukur atas segala nikmat dan anugerah yang telah Tuhan limpahkan kepadanya. Kebahagiaan itu bukanlah barang mahal yang untuk memperolehnya harus dibeli dengan berlembar-lembar uang, untuk mendapatkannya cukuplah kita dengan memasukkan zat yang bernama tulus dan syukur ke dalam ruang hati kita.


Kebahagiaan betah singgah kepada orang-orang memiliki rasa ketenangan tingkat super, memiliki kepiawaian pengendalian dalam melontarkan kata-kata. Bukankah setiap kata-kata yang lepas dari lisan bersumber dari jiwanya. Orang-orang gampang mengaduh dan enteng mengeluh, berarti tingkat ketenangan batinnya belum tangguh.


Kebahagiaan tumbuh subur pada orang-orang menjalani setiap sesi-sesi kehidupannya dengan penuh kesabaran.

Kesabaran dalam menaiki anak-anak tangga kehidupan, kesabaran dalam menjalani tugas-tugas kemanusiaannya. Kesabaran dalam mengfungsikan tugas-tugas kehambaannya. Kesabaran dalam menghadapi rintangan dan cobaan hidup.


Kebahagiaan membersamai orang-orang yang tekun, sungguh-sungguh, dan Istiqomah dalam mengumpulkan ilmu dan mutiara kehidupan. Ilmunya menunjukkan jalan dan mutiara-mutiara menjadi pesonanya.


Kebahagiaan itu simpel dan sederhana, bukan harta dan tahta menjadi sumber kebahagiaan, namun hati yang bening, hati yang lembut, dan hati yang bercahaya itulah sumbernya. Merawat kebahagiaan adalah menjaga kebeningan, kelembagaan, dan cahaya yang bersemayam di hati.


4. Belajar dari Kesalahan


Ketika seseorang melakukan kesalahan tertentu kepada orang lain dan ia bermaksud meminta maaf dan mengakui kesalahannya, tak jarang dalam fikirannya melukis bayangan yang sering kali lebih menakutkan dari kenyataan yang akhirnya terjadi. Bobot kesalahan seseorang berpengaruh pada besar kecilnya rasa bersalahnya. Selain karena dihantui dari rasa bersalah bisa juga karena bayangan yang dilukisnya tidak dikontrol dan dikendalikan oleh akal yang sehat dan hati nuraninya.


Rasa bersalah dari berbuat salah merupakan hal yang wajar. Bila berbuat salah namun merasa tidak bersalah, ini justru yang bermasalah. artinya terdapat sensitivitas diri yang tidak berfungsi dengan baik. Orang-orang yang bersalah jangan larut dengan rasa bersalah yang berkepanjangan, langkah menetralisir harus melalui sebuah pernyataan maaf yang mendalam dan tulus kepada orang yang menjadi korban kesalahannya, dilanjutkan dengan permohonan maaf dan bertaubat dengan sebenar-benarnya taubat kepada Tuhan, dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi.


Orang yang berani meminta maaf karena kesalahannya, sebagai tanda bahwa dia masih memiliki sifat jujur dan kesatria. Adapun mereka yang lari dari tanggung jawab atas kesalahannya adalah para pengecut dan pengkhianat jiwanya sendiri.


Menjadi orang baik, tidak berarti tidak pernah berbuat salah. Orang yang belajar dari kesalahan adalah orang yang bijak kepada diri sendiri. Kunci rapat-rapat kesalahan kita, dan mulailah sesuatu yang lebih baik, dan yakin atas pertolongan Tuhan Yang Maha Pengampun ,serta selalu berharap hari ini dan esok lebih berwarna dan bermakna.


5. Jangan Pendam Penderitaan


Kalau sudah taraf penderitaan, berarti sudah pantas meneteskan air mata, entah itu dialami kaum Adam mau pun kaum Hawa, teteskan saja air mata itu. Kalau perihnya penderitaan harus mengaduh, jangan tahan keluarkan saja. Kadar duka dan penderitaan bertingkat-tingkat, semakin tinggi penderitaan maka sakit hati yang dirasa juga semakin perih dan nelangsa.


Ada penderitaan yang cukup diadukan kepada Tuhan, ada juga yang sebaiknya dishare kepada sesama manusia dan diadukan kepada Tuhan. Penderitaan dishare kepada sesama manusia, apabila tidak cukup diadukan kepada Tuhan. Dengan nge-share kepada sesama manusia, tentunya yang amanah, adalah cara kita menemukan sahabat sejati. Kita penting memiliki sahabat sejati, tempat berbagi saat susah dan senang, saat sedih dan gembira, saat menderita dan bahagia. Sahabat sejati kita bisa orang tua, saudara, kerabat, atau teman istimewa.


Mengadukan penderitaan kepada Tuhan adalah sebuah keharusan, sebab ini sebuah sikap dari perwujudan kenihilan dan kelemahan kita sebagai manusia yang sangat membutuhkan perlindungan dan pembelaan dari Tuhan. Selalu berdekat-dekat dengan Tuhan adalah kebutuhan kita, dalam suasana dan keadaan hati yang bagaimanapun.


Jangan pendam penderitaan, sebab ia harus dikeluarkan dari bilik hati, agar hati dapat menampung keadaan-keadaan lainnya. Bukankah Tuhan sebak-sebaik penerima pengaduan kita. Sampaikan semua penderitaan kepada Tuhan, dan mintalah obat dan hiburan dari-Nya, yakin bahwa Tuhan Maha Mendengar, Maha Melihat, dan Maha Pengasih, dan Maha Adil.

Dengan begitu, insyaallah kita mendapat kelegaan dan kelapangan hati,untuk selanjutnya tetap kokoh dan kuat menjalani tugas-tugas kehambaan dan kemanusiaan kita.


6. Menertawakan Diri Sendiri


Menertawakan diri sendiri adalah hal yang mudah, lihatlah bagaimana kekonyolan ,kelucuan, bahkan kedunguan kita hari ini. Bercerminlah dan lihatlah sekujur tubuh kita, pasti akan kita temukan titik-titik lemah tubuh kita. Belum lagi kebiasaan buruk kita, yang terekam orang lain, yang bahkan sudah menjadi 'komoditi publik' teman-teman kita.


Menertawakan diri sendiri adalah cara kita mengenali kelucuan dan kelemahan diri sendiri. Semakin kita sering menertawakan diri sendiri, kita akan semakin 'enjoy' dengan diri sendiri, tidak menuntut penampilan 'perfect' pada diri sendiri. Kita justru khawatir kepada orang-orang yang jarang,enggan, malu, bahkan tidak pernah menertawai diri sendiri, dengan selalu berharap kesempurnaan diri sendiri di hadapan orang lain.


Menertawakan diri sendiri adalah cara tepat untuk kita larut dalam pergaulan antar teman, yang merasa diri tidak lebih baik dari teman-teman kita. Sehingga kita dalam pergaulan lebih memegang prinsip 'bebas tapi sopan' dari pada mengambil style 'diam-diam menghanyutkan'. Menertawakan diri sendiri bukan merendahkan diri di hadapan orang lain, namun mengedepankan kesetaraan .


Menertawakan diri sendiri bukan berarti menghindari sikap-sikap profesional atau kita senang bergaya sebagai seorang pelawak, bukan juga. Menertawakan diri sendiri kita jadikan pijakan untuk mengembangkan kualitas dan profesionalitas diri, yang berujung pada kemampuan dan kapabilitas dalam bekerja, unggul dalam berkarya, dan cemerlang dalam prestasi. Meskipun hidup sering dihadapkan pada kesusahan dan permasalahan, tetaplah rajin menertawakan diri sendiri, semoga awet muda, banyak teman,dan berkah tentunya.


7. Kebersihan Jiwa


'Kebersihan' satu kata ini diapresiasi dengan baik oleh milyaran manusia penghuni jagad ini. Setiap hari milyaran manusia tersebut melakukan aktifitas kebersihan badan, pakaian, rumah, pekarangan, dan segala benda miliknya.

'Kebersihan' merupakan salah kata kunci untuk menilai seseorang. 


Untuk menjaga kebersihan lingkungan sebuah negara, pemerintah bahkan membentuk sebuah badan yang mengurusi masalah ini, tentu berikut sumber daya manusianya, infra struktur, berikut anggaran operasionalnya. Saat ini hal yang berkaitan dengan 'kebersihan' lingkungan merupakan sesuatu yang krusial.


Hidup kita, para manusia yang bermukim di jagad ini, semuanya meliputi dua aspek yaitu jiwa dan raga, batin dan dzahir, keduanya juga harus diupayakan kebersihannya. Kebersihan jiwa, batin, dan hati kita, harus diupayakan setiap saat, tidak boleh lengah dan tidak ada kata 'libur'.

Untuk kebersihan 'bagian dalam' ini ada ilmunya, ada pelatihan-pelatihannya, dan ada praktek-prakteknya. Dilakukannya pun harus sungguh-sungguh, Istiqomah, dan tulus. Kebersihan yang satu ini adalah upaya pemanusiaan yang sesungguhnya, sehibgga dapat melahirkan manusia yang baik dalam pandangan manusia dan makhluk lainnya, serta dalam pandangan Tuhan Yang Maha Indah.


8. Berjumpa Hari Ini


Kenyataan adalah detik ini,menit ini,jam ini, hari ini, bulan ini, dan tahun ini. Pahit, manis, asam, tawar, pedas, gurih, atau asinnya hari ini adalah kenyataan yang harus diterima, dihadapi, dan dijalani dengan lapang, tulus, dan sungguh-sungguh. Ketika hari ini manis dan gurih berbagilah kepada mereka menjalani hari ini dengan pahit bahkan pedas.


Kenyataan hari ini adalah akibat dari sikap kita di hari-hari kemarin, misalkan hari kemarin kita tidak memaksakan diri untuk berhutang, maka hari ini kita tidak merasakan pedasnya ditagih utang. Kenyataan hari ini yang  tawar jadikan

resolusi untuk hari esok agar  lebih hati-hati misalkan bagi pedagang kuliner yang hari ini dagangannya agak sepi pembeli, maka besok menyiapkan stok dagangannya pun diperhitungkan matang-matang.


Hari ini adalah rangkaian dari hari-hari kemarin, ketika hari ini kita memberikan kebahagiaan bagi anak-anak kita, karena di hari-hari kemarin kita  rajin menabung.

Demikian juga ketika kita tidak bisa menemukan kebahagiaan  di hari ini bisa jadi karena hari-hari kemarin kita berbuat ceroboh , kurang perhitungan, dan asal-asalan.


Hari ini adalah gambaran dari sikap dan perilaku kita di hari-hari kemarin, maka sebenarnya tidak ada kata penyesalan sebab rentang waktu hari kemarin telah memberi kesempatan untuk menyiapkan hari ini yang lebih baik.


Untuk bertemu dengan hari-hari yang indah dan membahagiakan, maka buatlah setiap hari-hari kita terjaga komitmen,  kepercayaan,  citra diri,  marwah, tanggung jawab, dan keindahannya. Hari ini yang indah dan bahagia adalah rangkaian dari hari-hari kemarin yang indah dan bahagia pula.


(Kotouki)


Referensi: 

Perspektif Nur Alif (Halaman FB)


Post a Comment

Previous Post Next Post